JAKARTA - Pemerintah mencanangkan produksi listrik energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 635 gigawatt (GW) dari total kebutuhan nasional pada 2060 sebesar 1.885 terawatt per hour (TWh). Karenanya, dalam 10 tahun ke depan atau 2031, akan dilakukan penambahan kapasitas Variable Renewable Energy (VRE) secara masif.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memerinci kebutuhan listrik nasional pada 2060 akan dipenuhi dari PLN sekitar 1.728 TWh dan non-PLN sekitar 157 TWh. Sementara proyeksi konsumsi listrik per kapita mencapai lebih dari 5.000 kilowatt per hour (kwh) per kapita pada 2060.

"Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan dalam mencapai NZE (Net Zero Emission), maka dibuat peta langkah kebijakan yang perlu diterapkan, meliputi phasing out PLTU batu bara, pengembangan EBT secara masif, dan pengembangan interkoneksi supergrid Indonesia, serta pelaksanaan konservasi energi," ujar Arifin pada webinar yang dipantau awal pekan ini.

Airifin mengatakan penambahan kapasitas VRE, seperti surya dan angin secara masif akan dilakukan mulai 2031. Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi dan hidro akan dioptimalkan agar mampu menjaga keseimbangan sistem. "Untuk menjaga keandalan sistem, diperlukan teknologi yang andal, yang reliable, antara lain seperti storage maupun pengembangan PLTN," jelasnya.

Energi listrik juga diproyeksikan akan mendominasi kebutuhan energi final pada 2060 yang diperkirakan akan mencapai 365 million ton oil equivalent (MTOE). Kapasitas PLT EBT dapat optimal dalam memenuhi kebutuhan energi tersebut apabila didukung oleh interkoneksi supergrid, yang memungkinkan untuk adanya penyaluran tenaga listrik, menghubungkan demand dan resource EBT antarpulau besar.

Selain itu, hasil proyeksi Kementerian ESDM mengungkapkan, dengan penerapan kebijakan utama menuju Net Zero Emission (NZE) di sektor energi akan berkontribusi mengurangi emisi sebesar 1.526 juta ton CO2-emission.

Beri Insentif

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekurif IESR Fabby Tumiwa berharap pemerintah bisa mengkonkretkan rencana jangka panjang tersebut dalam bentuk kebijakan. Apalagi pemerintah pusat dan Pemprov DKI baru saja diputuskan bersalah oleh pengadilan karena pencemaran udara di Ibu Kota.

Pemerintah pusat dan daerah harus menetapkan ambang batas baku mutu udara yang sehat. Konsekuensinya kalau ada aturan ini maka akan mendorong penggunaan kendaraan listrik dan pembatasan pembangkit thermal yang tidak bisa memenuhi ketentuan ambang batas baku mutu udara. Dalam hal ini akan ada daya dorong penerapan InGub DKI Jakarta No. 66/2019 dalam penggunaan PLTS Atap di gedung.

Baca Juga: