Selama ini yang dipakai membayar utang negara ribuan triliun rupiah dari uang rakyat.

Piutang dari obligor BLBI yang telah memiskinkan rakyat Indonesia, harus dikejar.

JAKARTA - Pemerintah harus mengoptimalkan penagihan piutang negara di tengah menurunnya pendapatan dari perpajakan. Optimalisasi itu diharapkan bisa meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang defisitnya melonjak akibat pandemi Covid-19.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Suroso Imam Zadjuli, mengatakan penyelesaian piutang negara melalui jalan penagihan harus menjadi prioritas untuk mengurangi beban APBN karena pandemi.

"Melihat beban seperti sekarang di mana utang makin besar, pajak merosot, dan potensi pertumbuhan di bawah 5 persen maka reformasi anggaran mutlak perlu. Uang yang ada harus diprioritaskan untuk program-program yang dapat menggerakkan sektor riil agar imunitas kita terhadap krisis meningkat," kata Suroso.

Untuk itu, diperlukan pemasukan dan yang paling memungkinkan adalah penyelesaian piutang. Sebab, selama ini yang dipakai membayar utang negara ribuan triliun rupiah itu memakai uang rakyat, termasuk yang miskin di desa-desa itu. "Belum lagi beban bunganya sehingga pemerintah harus berjuang mencari utangan ke luar negeri," kata Suroso.

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) menyebutkan hingga saat ini jumlah piutang negara dan daerah yang diurus lembaga tersebut sebanyak 50.679 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif dengan outstanding 76,89 triliun rupiah per 11 November 2021.

Kepala Subdirektorat Piutang Negara II, Sumarsono, di Jakarta, Jumat (12/11), menyatakan hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan agar dapat menambah pemasukan bagi negara.

PUPN merupakan panitia yang bersifat interdepartemen dengan keanggotaan dari Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, Kepolisian, dan Kejaksaan yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

Selain itu, juga memiliki Indikator Kinerja Utama (IKU) bersama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melakukan penurunan nilai kasus piutang negara.

PUPN, kata Sumarsono, menargetkan penurunan outstanding piutang sebesar 2.261 triliun rupiah dan BKPN yang berjumlah 50.679 harus diturunkan menjadi 19.760 pada tahun ini. Hingga saat ini, PUPN telah melakukan penurunan jumlah piutang negara dan daerah sebesar 2.238 triliun rupiah dari target 2.261 triliun rupiah.

Untuk BKPN sendiri, baru terselesaikan sebanyak 18.332 berkas dari target 19.760. Ia menjelaskan pengurusan piutang negara dapat diserahkan kepada PUPN dengan syarat kualitas piutang telah macet serta sudah dilakukan penagihan secara optimal oleh kementerian/ lembaga (K/L), namun tetap tidak berhasil secara tertulis dan/atau upaya optimalisasi. Upaya optimalisasi itu, meliputi restrukturisasi, kerja sama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke pengadilan, penghentian layanan kepada debitur, hibah ke pemerintah daerah, penyertaan modal negara, penjualan hak tagih, serta debt to asset swap.

Syarat lainnya adalah piutang negara telah pasti menurut hukum serta dilengkapi dokumen sumber dan dokumen pendukung terjadinya piutang negara. Syarat terakhir adalah dilengkapi resume piutang negara berupa di antaranya identitas K/L, debitur, jumlah rincian utang, alasan macet, dan upaya penagihan yang telah dilakukan.

Dalam pengurusan, PUPN berwenang melaksanakan penyitaan aset debitur yang tidak mampu dan/atau tidak beriktikad melunasi kewajibannya. Mereka juga bisa membuat pernyataan bersama dan menerbitkan surat paksa.

PUPN juga berwenang melaksanakan penyitaan, menerbitkan surat perintah penjualan barang sitaan melalui lelang dan menerbitkan surat perintah paksa badan. Aset yang disita akan digunakan mengembalikan hak negara.

Prioritas BLBI

Secara terpisah, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan khusus piutang BLBI senilai 110 triliun rupiah, yang berkasnya masuk ke PUPN sekitar 30 triliun rupiah.

"Piutang ini harus dikejar terutama dari BLBI," kata Nailul.

Oleh karena itu, pemerintah harus terlepas dari kepentingan pengusaha tertentu yang banyak mengintervensi kebijakan terutama dalam melakukan penagihan. "Kalau tidak akan tersandera sendiri dan piutang akan susah ditagih," pungkasnya.

Baca Juga: