Pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi risiko inflasi tinggi akan memiliki implikasi serius bagi seluruh dunia, termasuk potensi volatilitas pasar keuangan atau bahkan krisis.

JAKARTA - Proses pemulihan semua negara di dunia tak akan mudah dan mulus sehingga seluruh pihak harus sangat mewaspadai hal ini. Potensi inflasi tinggi dan ancaman mutasi baru virus Covid-19 berisiko mengganggu pemulihan ekonomi global ke depan.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengingatkan inflasi telah meningkat di banyak negara maju dan negara berkembang. Tekanan inflasi ini tentunya akan memaksa negara untuk menyesuaikan kebijakannya, terutama dari sisi moneter melalui pengetatan atau kenaikan suku bunga.

"Pengetatan kebijakan moneter tersebut pun akan memiliki implikasi serius atau spillover effect bagi seluruh dunia, termasuk potensi volatilitas pasar keuangan atau bahkan krisis," ujar Menkeu dalam acara OJK-OECD Conference, di Jakarta, Kamis (2/12).

Dengan demikian, lanjutnya, kebijakan Bank Sentral AS atau Federal Reserve (Fed), serta kebijakan bank sentral Eropa tentunya akan berpotensi memberikan efek limpahan ke seluruh dunia, sehingga seluruh negara harus sangat waspada dengan situasi yang dinamis ini.

Menteri tak ingin dunia berakhir dalam situasi di mana proses pemulihan masih terlalu dini, rapuh, dan lemah, sementara inflasi sudah mengambil alih. "Jadi, ini semacam situasi spekulasi atau tantangan," ucap Menkeu.

Indonesia sendiri, kata dia, kini terus menggenjot proses pemulihan dengan pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2021 yang sangat kuat di atas tujuh persen. Namun pada triwulan III-2021, Covid-19 varian Delta sedikit menyebabkan pertumbuhan ekonomi turun ke level 3,5 persen. Untuk keseluruhan pada 2021, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan dalam rentang 3,5-4 persen, kemudian tumbuh lagi menjadi 5,2 persen pada 2022.

Sri Mulyani berpendapat Indonesia sudah mengelola Covid-19 terutama dari varian Delta dengan sangat signifikan, kredibel, serta efektif, sehingga rata-rata kasus positif saat ini berada di bawah 500 setiap harinya, yang merupakan kemajuan signifikan dibandingkan dengan angka pada Juli 2021 yang di atas 55 ribu kasus.

Selain itu, kata dia, program vaksinasi juga terus dipercepat dan ditingkatkan yang saat ini hampir mendekati 60 persen hingga 65 persen dari populasi per November 2021, sehingga menempatkan Indonesia pada peringkat kelima dunia dengan vaksinasi terbanyak.

Risiko Utama

Sementara di Paris, Perancis, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan risiko utama terhadap prospek ekonomi global adalah lonjakan inflasi yang lebih lama dan melampaui ekspektasi.

Pertumbuhan global akan mencapai 5,6 persen tahun ini kemudian melambat menjadi 4,5 persen pada 2022 dan 3,2 persen pada 2023. Prediksi tersebut sedikit berubah dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,7 persen pada 2021, sedangkan perkiraan pada 2022 tidak berubah. OECD tidak membuat perkiraan untuk 2023 sampai sekarang.

Dengan ekonomi global yang rebound dengan kuat, perusahaan-perusahaan berjuang untuk memenuhi permintaan pelanggan pascapandemi, menyebabkan inflasi melonjak di seluruh dunia karena kemacetan telah muncul dalam rantai pasokan global.

"Risiko utama adalah bahwa inflasi terus mengejutkan naik, memaksa bank-bank sentral utama untuk mengetatkan kebijakan moneter lebih awal dan lebih besar dari yang diproyeksikan," kata OECD.

Baca Juga: