SURABAYA - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, baru-baru ini menekankan bahwa selain literasi mengenai keuangan, namun literasi digital tentang keuangan itu juga penting.

"Banyak tindak kejahatan yang terjadi pada dunia digital yang membuat masyarakat di daerah ini minim mendapatkan pengetahuan tentang kejahatan digital seperti yang terjadi pada masyarakat," terangnya.

"Pekerjaan kita saat ini tidak hanya tentang layanan keuangan saja, namun bagaimana literasi terkait keuangan yang saat ini banyak terjadi di masyarakat yang mengalami masalah keuangan".

Khofifah menjelaskan, kebutuhan literasi digital perlu dilakukan secara lebih sistemik sehingga lebih komprehensif. "Jadi tidak perlu menunggu siapa-siapa karena semua membutuhkan layanan keuangan itu lebih baik," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan, Frederica Widyasari Dewi, menjelaskan banyak masyarakat yang tidak memahami literasi keuangan. Sehingga masalah keuangan ini akan terus terjadi dimasyarakat.

Dia berharap, dengan adanya Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), maka pemerintah akan hadir dalam literasi kepada masyarakat.

"Menjamurnya pinjaman online hingga lintah darat menjadi pekerjaan tersendiri untuk mengatasi itu. "Tidak jarang pinjaman online ini sudah kami tutup tapi mereka bisa membikin nama baru dan begitu terus siklusnya," jelas Frederica.

Dia juga meminta berbagai Lembaga Jasa Keuangan (LJK) seperti perbankan, lembaga pembiayaan, hingga fintech peer to peer (P2P) lending tidak kalah dengan rentenir atau pinjaman online (pinjol) dalam menjangkau masyarakat, khususnya di tingkat daerah.

Frederica mengatakan masih banyaknya rentenir atau pinjol ilegal disebabkan kecenderungan mereka yang lebih persuasif dibandingkan lembaga jasa keuangan yang berizin OJK dalam menawarkan pinjaman kepada masyarakat.

"Mereka cenderung lebih cepat, lebih gampang, dan lebih mudah dalam memberikan pelayanan," kata wanita yang akrab disapa Kiky tersebut.

Karena itu dia meminta berbagai lembaga jasa keuangan yang legalitasnya sudah terjamin, untuk meningkatkan layanan dan kemampuan dalam menjangkau masyarakat, khususnya di tingkat daerah.

"Perusahaannya kita dorong. Proses jangan lama, jangan sampai kalah dengan rentenir," kata Kiky.

Menurut dia, saat ini P2P lending yang berizin OJK juga bisa menjadi pilihan bagi masyarakat dalam mengakses pembiayaan, yang harusnya bunganya lebih kecil dibandingkan dengan rentenir.

"Sebenarnya fintech P2P lending bagus. Untuk pinjaman yang sifatnya produktif, tidak konsumtif, itu sangat membantu masyarakat. Tingkat bunganya juga kecil, tidak seperti lintah darat yang luar biasa," ucap Kiky.

Apalagi, lanjut Kiky, kita sekarang punya Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal yang ada di setiap daerah.

Selain itu, menurut Kiky, dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) sudah dijelaskan bahwa seluruh aktivitas keuangan ilegal sudah ditulis di ranah undang-undang.

Sebelumnya, mereka masuk dalam delik pidana umum, sehingga hukumannya ringan. Akibatnya pelaku menjadi berani dan tidak jera.

"Nah, dengan adanya Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal ini, kita bersama-sama memerangi para pelaku. Nomor rekeningnya kita tutup, juga apiklasinya, website-nya, whatsapp-nya, dan orangnya kita kejar," jelas Kiky seraya menyebut bahwa saat ini pihaknya sudah menutup lebih dari 7.000 aplikasi pinjol ilegal.

Pada kesempatan tersebut, Kepala OJK Provinsi Jatim, Giri Tribroto selaku pengarah TPAKD Provinsi Jatim melaporkan beberapa kegiatan yang telah dilakukan TPAKD se-Jatim. Menurutnya, selama tahun 2023 telah dilakukan pelaksanaan program-program kerja yang meliputi antara lain Optimalisasi Agen LakuPandai sebanyak 211 ribu agen dengan total transaksi sebesar 549,91 miliar rupiah.

Kemudian optimalisasi produk simpanan melalui tabungan Simpanan Pelajar (Simpel) dan produk tabungan anak lainnya yang tercatat sebanyak 8,12 juta rekening dengan nominal simpanan sebesar 4,1 triliun rupiah.

Baca Juga: