DHAKA -Dua pemimpin tertinggi partai oposisi utama Bangladesh dibawa dari rumah mereka oleh polisi pada Jumat (9/12) dini hari, kata juru bicara partai, sehari sebelum unjuk rasa menuntut pengunduran diri perdana menteri.

Protes yang dipicu oleh pemadaman listrik dan kenaikan harga bahan bakar telah meletus di seluruh negeri dalam beberapa bulan terakhir. Mereka menuntut Perdana Menteri Sheikh Hasina mundur demi pemilihan baru di bawah pemerintahan sementara.

Penangkapan pemimpin oposisi itu terjadi dua hari setelah pasukan keamanan di ibu kota Dhaka menembakkan peluru karet dan gas air mata ke kerumunan ribuan pendukung Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) yang bersiap untuk unjuk rasa 10 Desember, menyebabkan setidaknya satu orang tewas dan banyak lainnya terluka.

Sekretaris Jenderal BNP Mirza Fakhrul Islam Alamgir dan Mirza Abbas, mantan menteri dan anggota badan pengambil keputusan utama partai, diambil dari rumah mereka sekitar pukul 3 pagi pada Jumat, Zahiruddin Swapan, kepala media BNP wing, kepada AFP.

"Mereka polisi berpakaian preman. Alamgir mengetahui identitas mereka. Mereka mengatakan kepadanya bahwa dia dibawa pergi atas perintah komando tinggi," kata Swapan. Pihaknya tidak mengetahui ke mana keduanya dibawa.

Polisi tidak dapat segera dihubungi untuk dikonfirmasi.

Ketegangan di ibu kota menjelang unjuk rasa besar-besaran Sabtu, yang menurut BNP akan menarik ratusan ribu pendukung dari seluruh negeri.

Polisi bersikeras mereka tidak akan mengizinkan demonstrasi di depan kantor partai, yang mereka sebut sebagai "TKP" setelah mengklaim telah menemukan bom molotov di lokasi tersebut.

Tetapi Alamgir mengatakan pada konferensi pers bahwa partai berencana melanjutkan acara tersebut.

Juru bicara BNP Swapan mengatakan polisi telah menangkap "sekitar 2.000" aktivis dan pendukung partai dalam upaya untuk menghentikan aksi unjuk rasa 10 Desember.

Pengamat independen mengatakan dua pemilihan umum terakhir, di mana BNP dihancurkan, telah dicurangi oleh pemerintah Hasina.

Lima belas kedutaan besar negara Barat mengeluarkan pernyataan bersama Selasa malam, menyerukan negara agar mengizinkan kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, dan pemilihan yang adil.

PBB sehari kemudian mengatakan Bangladesh harus menjunjung tinggi komitmennya terhadap kebebasan berekspresi, kebebasan media, dan berkumpul secara damai.

Menanggapi kekerasan yang terjadi Rabu kemarin, Yamii Mishra dari Amnesti Internasional mengatakan, insiden itu menunjukkan bahwa pihak berwenang Bangladesh sangat tidak menghargai kesucian hidup manusia dan mengirimkan pesan mengerikan bahwa mereka yang berani menggunakan hak asasi mereka akan menghadapi konsekuensi mengerikan.

Baca Juga: