LONDON - Para pemimpin G7 akan membahas krisis di Afghanistan pada Selasa (24/8) dalam pertemuan puncak virtual. Hal itu diutarakan oleh Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, pada Minggu (22/8), sepekan setelah kelompok Taliban secara mengejutkan merebut kembali kekuasaan di Afghanistan.

"Sangat penting bahwa komunitas internasional bekerja sama untuk memastikan evakuasi yang aman, mencegah krisis kemanusiaan dan mendukung rakyat Afghanistan untuk mengamankan kemajuan yang telah terjadi dalam 20 tahun terakhir," cuit PM Johnson di media sosial.

Inggris saat ini menduduki kursi ketua dari kelompok negara-negara kaya yang terdiri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat (AS), dan PM Johnson telah mendorong pertemuan selama sepekan terakhir.

Sekutu Barat telah menghadapi kritik yang kian meningkat atas penanganan mereka terhadap krisis di Afghanistan di tengah situasi kacau ketika ribuan warga Afghanistan dan orang asing mencoba melarikan diri dari Kabul menyusul kembalinya kelompok Islam garis keras itu ke tampuk kekuasaan.

Dalam pernyataan resmi tentang krisis Afghanistan yang dikeluarkan usai pertemuan virtual menteri luar negeri G7 pada Kamis (19/8), mereka mendesak Taliban untuk memberikan jalan yang aman bagi mereka yang mencoba untuk melarikan diri dari Ibu Kota Kabul.

Pada Juni lalu, G7 sempat mengadakan pertemuan tatap muka pertama dalam hampir dua tahun, di Cornwall barat daya Inggris, saat pandemi virus korona masih menyebar dan pertemuan itu didominasi agenda membahas upaya dalam menghadapi peningkatan kekuatan Tiongkok.

Sejak saat itu, kelompok Taliban telah melancarkan serangan nasional dan mengejutkan Barat dengan merebut kembali sebagian besar Afghanistan dalam beberapa pekan, ketika AS dan sekutunya menarik diri dari keterlibatan militer mereka selama dua dekade di sana.

AS, yang telah mengirim ribuan tentara sementara untuk mencoba mengamankan bandara dan membantu mengevakuasi warganya dan warga Afghanistan yang telah membantu mereka, dan telah menetapkan batas waktu untuk menyelesaikan evakuasi lewat udara hingga 31 Agustus.

Namun sekutu termasuk Inggris, telah menyarankan agar AS untuk mendukung perpanjangan tenggat waktu dan masalah ini kemungkinan akan mencuat pada diskusi G7 pada Selasa.

Kekacauan di Bandara

Sementara itu kelompok Taliban menyalahkan AS atas kekacauan yang terjadi di Bandara Kabul saat evakuasi puluhan ribu warga Afghanistan dan orang asing dari ibu kota. "Amerika, dengan segala kekuatan dan fasilitasnya, telah gagal menertibkan bandara, padahal terjadi kedamaian dan ketenangan di seluruh negeri. Kekacauan hanya ada di Bandara Kabul," ucap pejabat Taliban, Amir Khan Mutaqi.

Menurut keterangan pemerintah AS ada 15.000 orang Amerika dan 50.000 hingga 60.000 warga Afghanistan yang perlu dievakuasi. Presiden AS, Joe Biden, menggambarkan bahwa operasi evakuasi itu sebagai salah satu pengangkutan udara terbesar dan tersulit dalam sejarah bahkan nyaris sulit untuk dilakukan.

karena situasinya yang semakin rumit, pada Sabtu (21/8) pemerintah AS memperingatkan warganya untuk menjauh dari bandara karena adanya ancaman keamanan. AFP/I-1S

Baca Juga: