YANGON - Petugas sensus yang dikawal polisi dan tentara pada Rabu (2/10) mulai menelusuri jalanan di Myanmar untuk melaksanakan survei nasional yang oleh kelompok antijunta diserukanagar diboikot.

Junta yang berkuasa terus melanjutkan sensus meskipun telah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah negara itu kepada kelompok bersenjata yang menentang kekuasaannya. Konflik berdarah saat ini berkecamuk di sebagian besar Myanmar, tetapi junta mengatakan survei diperlukan untuk memperbarui daftar pemilih menjelang pemilu yang dijanjikan pada tahun 2025.

Pada Rabu, tim pendataan yang didampingi oleh tentara dan polisi bersenjata mendatangi rumah ke rumah di Yangon untuk mengisi 68 pertanyaan survei. "Guru sekolah, pemerintah daerah, polisi, dan anggota milisi setempat melakukan sensus. Milisi yang mengikuti pelatihan dasar militer membantu menjaga keamanan di wilayah mereka," kata seorang perwira militer kepada AFP yang berbicara tanpa menyebutkan nama karena ia tidak berwenang berbicara kepada media.

"Kami telah memperketat keamanan saat melakukan sensus ini karena khawatir adanya ancaman teroris," imbuh dia.

Sensus tersebut dilakukan saat junta yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing terhuyung-huyung akibat kekalahan di medan perang terhadap kelompok bersenjata etnis minoritas dan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) pro-demokrasi yang bangkit untuk menentang kudeta militer pada tahun 2021.

Seruan Boikot

Sensus tersebut mencakup pertanyaan tentang anggota keluarga yang tinggal jauh dari rumahyang menurut para kritikus merupakan cara junta untuk mengidentifikasi siapa yang telah bergabung dengan kelompok bersenjata atau melarikan diri dari negara tersebut untuk menghindari wajib militer.

"Mereka terutama fokus pada daftar anggota keluarga di rumah tangga tersebut dan mereka juga bertanya tentang anggota keluarga yang tinggal jauh," kata Wai Wai, seorang ibu tiga anak di Kotapraja Lewe dekat Ibu Kota Naypyidaw kepada AFP.

"Aliansi Persaudaraan Chin dengan ini mengeluarkan peringatan bahwa tindakan efektif akan diambil terhadap siapapun yang berpartisipasi dalam sensus dewan militer di wilayah kami," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

Kelompok Persatuan Nasional Karen (KNU), yang telah memerangi militer selama beberapa dekade untuk mendapatkan lebih banyak otonomi di sepanjang perbatasan dengan Thailand, juga menentang sensus tersebut. Saw Thamain Tun, seorang pemimpin KNU, mengatakan bahwa junta berusaha menciptakan legitimasi politik untuk kudeta melalui sensus ini.AFP/I-1

Baca Juga: