JAKARTA - Pemerintah mencabut anggaran untuk program subsidi benih sebesar 1 trilliun rupiah karena pemberiannya tidak efektif dan salah sasaran. Namun, bantuan ke sektor pertanian akan diubah menjadi skema pemberian benih secara langsung ke petani.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, pada 2015, hanya lima persen anggaran subsidi benih sampai ke petani. "Tentu ini tak efektif sehingga kita ubah ke pemberian langsung dengan pembagian benih secara gratis ke petani," ungkapnya melalui keterangannya dari Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.

Amran menegaskan, dari 5 persen subsidi benih yang sampai ke petani, hanya 2 persen dari jumlah petani yang menikmatinya. Artinya, hanya sedikit petani yang tersentuh bantuan dengan subsidi input.

Karena itu, lanjutnya, perubahan mekanisme pemberian bantuan ini untuk kebaikan petani. Benih unggul yang dibagikan nantinya diyakini akan lebih membantu ketimbang subsidi benih yang distribusinya tak sesuai harapan.

Adapun benih unggul yang bakal dibagi secara gratis itu meliputi padi, jagung dan cabai. Amran berharap dengan benih unggul ini, pendapatan petani meningkat.

"Jika petani untung maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak lagi dibutuhkan," paparnya.

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudistira menyebutkan subsidi input sektor pertanian tahun ini mencapai 103,1 trilliun rupiah. Jumlah itu termasuk subsidi benih. Namun, besarnya anggaran untuk subsidi benih dianggapnya kurang berpengaruh untuk mencapai target swasembada pangan.

Faktanya, menurut dia, sekitar 40 persen subsidi benih dinikmati petani. "Masalah subsidi benih sangat kompleks, tidak tepat waktu, demikianpun dengan kualitas dan varietasnya tidak sesuai dengan kebutuhan petani," tegasnya.

Perlu Dikaji

Terkait perubahan distribusi bantuan dari subsidi benih ke bantuan benih unggul secara gratis, Bima menilai hal itu perlu dikaji lebih mendalam lagi. Dia memperingatkan jangan sampai pemberian benih gratis itu tidak sesuai dengan kebutuhan petani sehingga bisa menjadi pemborosan APBN.

Karena itu, ujar Bhima, model bantuan apapun yang diberikan ke petani, yang perlu diperkuat ialah basis data serta instrument penyaluran dan pengawasannya. Kementerian Pertanian (Kementan) bisa menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memperbaiki datanya. Selain itu, waktu penyaluran pun jangan sampai tidak tepat waktu, yang memicu bantuan mangkrak, tidak digunakan

Menambahkan itu, Peneliti Indef, Nailul Huda memperingatkan pemerintah untuk mencermati skema baru tersebut. Sebab, jangan sampai anggaran untuk penyalurannya membengkak sehingga perlu dilihat biaya distribusinya.

Lebih lanjut, Huda meminta pemerintah menyiapkan subsidi output untuk petani gurem. Hasil produksi dibeli pemerintah lewat Bulog, dengan memberikan harga jual ditambah subsidi output. ers/E-10

Baca Juga: