Untuk menekan biaya logistik, pemerintah berencana menurunkan tarif tol bagi angkutan distribusi barang dan menyiapkan opsi perpanjangan konsensi bagi pengelola jalan tol.

JAKARTA - Rencana pemerintah menurunkan tarif tol, terutama untuk angkutan logistik dinilai bisa menekan biaya operasional distribusi barang yang saat ini banyak dikeluhkan. Meski demikian, agar pemberian insentif bagi angkutan logistik berjalan efektif, pemerintah perlu menentukan skema yang tepat agar tidak merugikan pengelola jalan tol alias Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, Djoko Setijowamo, mendukung rencana pemerintah mengurangi tarif tol, khususnya bagi angkutan logistik. Bahkan jika perlu, pemerintah menggratiskan tarif tol untuk angkutan logistik, tetapi dengan persyaratan khusus. Syarat tersebut seperti kecepatan angkutan logistik minimal 40 km per jam dan dilarang melebihi kapasitas (over dimension over load/ ODOL).

"Jika melanggar, denda setinggi tingginya. Bangun jembatan timbang sebagai alat pengawas ODOL. Jika ketahuan melanggar, keluarkan di pintu tol terdekat dan kenakan denda setinggi-tingginya," kata Djoko kepada Koran Jakarta, Senin (26/3).

Dia juga mengatakan denda tersebut akan diberikan kepada pemilik barang, perusahaan angkutan dan pengemudinya seperti yang diberlakukan di Korea Selatan (Korsel). Djoko juga mengusulkan dua opsi pilihan kepada pemerintah, yaitu perpanjangan masa konsesi jalan tol yang dipegang Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) atau menaikkan tarif bagi kendaraan pribadi golongan 1.

Respons positif terhadap rencana pemerintah tersebut juga disampaikan para pelaku usaha. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah memangkas tarif tol bagi angkutan logistik.

"Hasil kajian asal-tujuan (Origin-Destinations survey), seharusnya koridor jalan primer harus tetap terjaga berfungsi 24/7 (nonstop). Untuk menjaga fungsi ini diperlukan disiplin semua pihak agar hal tersebut tercapai. Untuk itu, semestinya saat ini ketersediaan jalan arteri primer, yang diperuntukkan bagi lalu lintas, dan tidak terganggu lalu lintas lokal. Hal ini untuk menjamin kelancaran angkutan logistik kita," jelas Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto.

Tak Kompetitif

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara tentang rencana penurunan tarif tol. Menurut Jokowi, dirinya memang meminta tarif tol turun, terutama untuk angkutan logistik. Namun, Presiden belum bisa memastikan berapa persen penurunan tersebut. Meski demikian, Presiden menginginkan penurunan di kisaran 20-30 persen.

Seperti diketahui, tarif tol di Indonesia saat tidak tidak kompetitif dibandingkan negara lain, khususnya di ASEAN. Rata-rata tarif tol kendaraan golongan I di Indonesia adalah 1.300 rupiah per km.

Sebagai perbandingan, tarif tol di Singapura saat ini sekitar 777,94 rupiah per km, Vietnam 1.217,50 rupiah per km, Malaysia 492,5 rupiah per km, dan Thailand 440 rupiah per km. Bahkan di Tiongkok, tarif tol angkutan logistik sekitar 961,52 rupiah per km.

Sementara itu, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan untuk mendukung rencana tersebut, pengelola jalan tol akan diberi konsesi lebih panjang seiring dengan penurunan tarif untuk angkutan logistik tersebut. Tarif jalan tol sesuai mekanisme per satuan harga kilometer nantinya akan lebih rendah pada kisaran 10-15 persen.

"Kami mengapresiasi semua ke-menterian dan lembaga yang sudah membangun jalan tol. Namun harus memberikan keringanan kepada masyarakat," katanya.

Tidak hanya perpanjangan masa konsesi, Budi mengatakan pengelola jalan tol juga akan diberi kemudahan pajak. Selama ini, Menhub memaparkan tarif tol untuk kendaraan logistik yang mahal menjadi lebih murah. Contoh di jalan tol di Jawa Timur yang kini dikenakan 180 ribu rupiah akan menjadi 90 ribu rupiah. Kebijakan penurunan tarif tol itu akan diatur dalam peraturan Menteri PUPR yang akan dikeluarkan pada pekan ini.

mza/E-10

Baca Juga: