JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menata ulang impor produk elektronik, sebab tahun lalu neraca perdagangan produk elektronik defisit. Kondisi ini mendapat perhatian serius dari Presiden Jokowi sendiri, sehingga perlu dilakukan langkah serius.

Merespons itu, Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik. Ini langkah nyata untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para produsen yang telah berinvestasi di Indonesia. Ini juga sebagai upaya meningkatkan daya saing industri elektronika

"Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri,"kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin, Priyadi Arie Nugroho di Jakarta, Senin (8/4).

Atas arahan Presiden papar Priyadi serta berdasarkan pertimbangan usulan dan kemampuan industri dalam negeri, ditetapkan terdapat 139 pos tarif elektronik yang diatur dalam Permenperin 6/2024, dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.

"Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya," sebut Priyadi.

Hal Baru

Pihaknya memahami tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan. Merujuk Permenperin 6/2024, dari pemberlakuan tata niaga impor ini, diharapkan bagi produsen dalam negeri dapat menangkap peluang demand produk elektronika sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya.

Sedangkan, bagi Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), menjadikan peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri. Bagi importir, adanya kepastian pendistribusian dan atau penjualan barang impor di dalam negeri, jelas Priyadi.

Direktur IET mencontohkan, berdasarkan data SIINas pada 2023, kapasitas produksi untuk produk AC sebesar 2,7 juta unit dan realisasi produksi sekitar 1,2 juta unit. Artinya utilisasi produksinya hanya 43 persen. Berdasarkan data Laporan Surveyor bahwa impor produk AC pada 2023 menembus angka 3,8 juta unit.

Baca Juga: