Sejumlah kasus peretasan di instansi menggambarkan pemerintah butuh perlindungan ekstra dan berlapis untuk dapat melindungi segala bentuk data.

JAKARTA - Lemahnya kemampuan pemerintah menjaga keamanan data sangat disayangkan lantaran anggaran untuk menjaga keamanan data hampir satu triliun rupiah. Pemerintah tak berdaya menghadapi kemajuan teknologi.

Dosen Komunikasi Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M Gasa, mengatakan kasus peretasan pusat data nasional (PDN) terbaru menjadi cerminan bahwa negara belum siap segala risiko dari adanya kemajuan teknologi saat ini. Peretasan PDN, paparnya, sangat rentan dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi peretas.

"Kasus peretasan menunjukkan political will pemerintah yang rendah? Tentu kaitannya sangat erat karena jika political will tinggi untuk mencegah dan melindungi berbagai data penting tentu perlindungan atas data tersebut dilakukan secara berlapis sehingga siapa pun selain pihak berwenang tidak mampu mengobrak-abrik data yang dilindungi tersebut," tegas Frederik, Minggu (30/6).

Sepertinya, lanjut Frederik, pemerintah kurang serius membentengi data penting negara dari aksi peretasan. Sebelumnya, data BPJS Ketenagakerjaan juga tak luput dari aksi peretasan. Sejumlah kasus peretasan tersebut menggambarkan pemerintah butuh perlindungan ekstra dan berlapis untuk dapat melindungi segala bentuk data.

Senada, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengaku janggal karena masalah kebocoran data ini acap kali terjadi dan saat ini salah satu yang terbesar. Hal ini menunjukkan lemahnya sistem keamanan pusat data nasional.

"Pemerintah seharusnya sudah belajar dari kasus sebelumnya. Dan mengantisipasinya karena potensi ancaman itu selalu ada dan menghantui keamanan data," tegas Badiul.

Karenanya ke depan, kata dia, pemerintah perlu melakukan penguatan sistem keamanan data dengan membangun sinergi lintas sektor, terutama data kependudukan. Berikutnya, membangun sistem big data yang dan dikelola oleh ahli IT terbaik dari putra-putri terbaik bangsa.

"Kemudian, meningkatkan pembiayaan dengan mengedepankan prinsip efektivitas dan efisiensi," ucapnya.

Langkah Hukum

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mendorong aparat penegak hukum (APH) memeriksa penggunaan anggaran pemeliharaan Pusat Data Nasional (PDN). Pasalnya, menurut dia, penggunaan anggaran pemeliharaan yang mencapai 700 miliar rupiah tak membuat PDN aman dari peretasan.

"Patut diduga ada dugaan tindak penyelewengan di sana, ada oknum-oknum tidak kompeten di PDN. Jadi saya kira, tidak ada salahnya bagi lembaga penegak hukum, seperti Polri, KPK, Kejagung, untuk mulai menyelidiki dugaan tersebut," kata Sahroni.

Dia mengaku heran dengan kinerja pihak terkait yang tidak bisa mengamankan PDN dari peretasan. Padahal, mereka sudah disokong dengan anggaran yang sangat besar. Menurut Sahroni, harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Mereka diminta tak menghindar dengan mencari berbagai alasan.

"Harus ada yang bertanggung jawab atas insiden ini. Jangan cuma ngeles dengan seribu alasan tanpa adanya perbaikan," ujar Sahroni.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menjadi salah satu lembaga dengan anggaran belanja terbesar. Sampai Mei 2024, Kominfo membelanjakan APBN hingga 4,9 triliun rupiah.

Anggaran tersebut digunakan untuk beberapa keperluan, di antaranya pemeliharaan dan operasional BTS 4G sebanyak 1,6 triliun rupiah dan pemeliharaan data center nasional yang mencapai 700 miliar rupiah.

Baca Juga: