JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti pentingnya pengaruh Selat Hormuz terhadap stabilitas harga minyak dunia, karena lebih dari 20 ribu vessel (kapal) yang membawa puluhan juta barel minyak melintasi selat tersebut.

"Kalau saya bilang itu signifikan jumlahnya. Kan yang lewat sana lebih dari 20 ribu vessel (kapal), totalnya puluhan juta barel (minyak)," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (16/4).

Seperti dikutip dari Antara, pernyataan itu disampaikan Tutuka ketika mengungkapkan sekilas hasil kajian simulasi yang sudah dilakukan oleh Kementerian ESDM bersama Pertamina.

Simulasi tersebut memuat dampak konflik Iran-Israel yang mencakup berbagai parameter, seperti kurs, Indonesian Crude Oil Price (ICP), atau harga patokan minyak mentah Indonesia, serta faktor-faktor lainnya.

Ia mengatakan hasil simulasi secara keseluruhan belum dapat dipublikasikan karena harus melalui proses pengkajian bersama Menteri ESDM, Arifin Tasrif, dan pemangku kepentingan lainnya.

"Pada intinya, (hasil kajian menunjukkan) peran dari Selat Hormuz itu penting sekali. Selat Hormuz itu kan bisa dikelola atau dipegang oleh Iran, itu sangat menentukan," ujar Tutuka.

Oleh karena itu, tutur Tutuka, penting bagi Pertamina untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, terlebih untuk memenuhi pasokan kebutuhan minyak dalam negeri. "(Saat ini) belum ada permasalahan, tapi kalau terjadi permasalahan itu (harus diantisipasi)," ucap dia.

Mengganggu Pasokan

Sementara itu, peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf R Manilet, mengatakan konflik Iran dan Israel berpotensi mengganggu pasokan minyak mentah sehingga dapat menyebabkan lonjakan harga minyak mentah dunia.

"Keprihatinan utamanya adalah gangguan pasokan minyak, yang bisa menyebabkan lonjakan harga minyak karena Selat Hormuz merupakan jalur perdagangan vital untuk ekspor minyak. Hal ini dapat berdampak merambat pada ekonomi global, termasuk Indonesia, yang sangat bergantung pada impor minyak," kata Yusuf.

Dalam sepekan terakhir pergerakan dari nilai harga minyak berada di kisaran 85 dollar AS per barel. Kondisi itu relatif berada di atas asumsi makro untuk harga minyak yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia yang berada di kisaran 82 dollar AS per barel.

Jika sentimen ataupun konflik Iran dan Israel berlangsung dalam periode yang panjang, maka periode harga minyak yang tinggi akan terjadi karena Iran merupakan salah satu produsen minyak global.

Hal tersebut menjadi perhatian negara-negara dan importir minyak seperti Indonesia di mana dalam kondisi tertentu penyesuaian kebijakan terutama kebijakan fiskal perlu dilakukan untuk merespons kenaikan harga minyak itu.

Kondisi global tengah berhadapan dengan ketegangan konflik antara Iran dan Israel. Permusuhan terbaru antara Iran dan Israel dipicu serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April lalu.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan drone ke Israel pada Sabtu malam (13/4).

Baca Juga: