» Pengelolaan fiskal tidak boleh sembrono, tahun ini saja target defisit juga tidak sesuai rencana.

» Utang sudah hampir mencapai 8.000 triliun rupiah, tapi impor pangan dan barang konsumsi lewat ecommerce makin besar.

JAKARTA - Pemerintah dinilai sembrono dalam menarik utang karena tidak melakukan perencanaan dengan baik dan cermat, mulai dari jumlah yang sesungguhnya dibutuhkan, efektivitas dari penarikan pinjaman itu serta kemampuan membayar di masa mendatang.

Hal itu mengacu pada pernyataan Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Deni Ridwan, yang mengatakan pemerintah akan kembali menarik utang baru senilai 600 triliun rupiah pada 2024.

Penarikan itu untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang ditargetkan naik menjadi 2,9 persen atau 522,8 triliun rupiah, dibandingkan target defisit 2023 sebesar 2,27 persen. Padahal, defisit APBN 2023 per 12 Desember 2023 baru mencapai 35 triliun rupiah atau 0,17 persen dari PDB.

Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan penarikan utang baru memiliki risiko mengingat arus portofolio asing yang masuk melalui obligasi yang besar sehingga berpotensi menimbulkan gejolak terhadap stabilitas rupiah.

"Biasanya untuk menutup defisit APBN pemerintah akan banyak menerbitkan global bond. Tapi, beban bunga dan cicilan ke depan sudah sangat berat. Selain itu, dana yang masuk sifatnya sangat cair, karena modal asing yang masuk ini bersifat jangka pendek, begitu ada gejolak, mereka akan menarik keluar dananya lalu di switch ke dollar sehingga rupiah akan terdampak," kata Imron.

Pemerintah, katanya, harus memperkuat konsep ekonomi berdikari dengan menjaga stabilitas keuangan agar tidak tergantung pada portofolio asing. Seharusnya yang diperkuat adalah penanaman modal asing langsung karena lebih pasti dan berdampak ke perekonomian.

Dari Yogyakarta, pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, mengatakan penarikan utang hingga 600 triliun rupiah di akhir masa jabatan pemerintahan saat ini terkesan sangat sembrono. Sebab, tahun depan agendanya adalah transisi kekuasaan, sehingga pemerintah tidak semestinya merencanakan utang yang begitu besar.

"Kelola fiskal tidak boleh sembrono. Tahun ini saja target defisit juga tidak sesuai rencana. Tapi, anehnya ada penarikan utang untuk belanja alutista yang Menkeu justru mengkritiknya," kata Maruf.

Utang Indonesia, kata Maruf, sudah hampir mencapai 8.000 triliun rupiah dan tidak diikuti dengan kemandirian ekonomi. Artinya, efektivitas utang untuk mendorong kemandirian masih jauh dari harapan. Malah sebaliknya, ada ancaman debt trap karena pendapatan masih terus mengandalkan ekspor bahan mentah dan impor barang konsumsi justru terus meningkat.

"Utang mau 8.000 triliun rupiah, tapi impor pangan, impor barang konsumsi dari Tiongkok di e-commerce misalnya, malah makin membesar," kata Maruf.

Kegiatan Produktif

Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan defisit memang dibatasi maksimal 3 persen dari PDB, tetapi rasio utang terhadap PDB Indonesia hampir 40 persen. "Pemerintah harus sangat aware. Kenaikan utang pemerintah dari tahun ke tahun ini seharusnya menjadi hal yang perlu diwaspadai," tegas Esther.

Dari sisi efektivitasnya, penggunaan utang seharusnya didorong untuk membiayai kegiatan produktif seperti mengalokasikan ke sektor-sektor prioritas seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), program pemenuhan kebutuhan pangan yang berdaulat dan mendorong investasi ke sektor riil sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya, Andy Fefta Wijaya, mengatakan tambahan utang negara bukan hanya erdampak pada beban negara membayar cicilan, namun akan mendorong kenaikan pajak yang harus ditanggung oleh seluruh rakyat. Selain itu juga akan mendorong inflasi yang semakin menyusahkan masyarakat

Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu, Deni Ridwan, mengakui naiknya angka penarikan utang pada 2024 akan menambah pembiayaan untuk utang pokok dan bunga.

Baca Juga: