» Proyek yang dilelang seharusnya proyek besar sehingga PLN harus siapkan perencanaan dengan matang.

» Percepatan transisi EBT dan pencapaian bauran energi harus melibatkan potensi kolektif masyarakat dan dunia usaha.

JAKARTA - Pemerintah akan mempercepat pencapaian target transisi energi dengan membuka bidding (penawaran) proyek pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) dalam skala yang besar.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, dalam Outlook Perekonomian Nasional di Jakarta, Jumat (22/12), mengatakan ke depan pemerintah tidak akan membuka bidding dalam skala kecil 50 megawatt dan 100 megawatt, tapi membuka blok bidding 1 gigawatt (GW), 2 GW, sehingga percepatan untuk mengejar 24 GW renewables bisa terjadi dalam 10 tahun ke depan," kata Kartika.

Dia mengatakan permintaan terhadap pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) mulai meningkat. Apalagi dari sisi ekuitas, sudah banyak perusahaan energi skala dunia yang tertarik untuk masuk Indonesia.

Salah satu perusahaan berasal dari Uni Emirat Arab, Masdar, yang melalui kerja sama dengan subholding PT PLN Nusantara Power membuat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat.

"Mereka ingin blok bidding dengan skala besar sehingga economy of scale-nya tercapai dalam kapasitas yang memadai. Ini akan kita dorong melalui mekanisme procurement di PLN," katanya.

Kendati skema blok bidding dapat menjadi solusi untuk mempercepat target transisi energi, dia mengakui penawaran pembangkit listrik EBT skala besar membutuhkan pembiayaan dalam skala besar dan jangka panjang.

Hingga saat ini, pendanaan tersebut khususnya dalam jangka panjang, belum tersedia di dalam negeri. Sebab itu, pemerintah akan mencari pendanaan internasional.

"Kita memang harus bisa meng-engagement internasional multilateral organization, ESA dan international banking community seperti melalui Jetpi dan sebagainya supaya ada skema pool of fund jangka panjang yang bersekala besar," tuturnya.

Dia menyampaikan bahwa pendanaan multilateral dalam konteks pendanaan murah jangka panjang juga dibutuhkan untuk transmission dan proyek hijau yang akhir-akhir ini menghasilkan Internal Rate of Return (IRR) rendah.

"Ini sedang kita skemakan dengan PLN supaya ada pembagian antara ekonomi punya high IRR dengan yang memang lebih public service dalam konteks transmission," katanya.

Perencanaan Matang

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan secara potensi, sumber daya EBT sangat besar, tinggal keseriusan pemerintah mengembangkannya.

"Kalau mau serius, sebenarnya bisa dibangun 4-5 GW per tahun. Bahkan angka itu angka minimal, seharus bisa lebih," tegas Fabby.

Selanjutnya, Fabby mengatakan proyek yang dilelang juga harus proyeknya besar sehingga PLN harus siapkan perencanaan yang matang. Perencanaan yang matang, maksud Fabby, ialah perencanaan lelang proyek, setiap tiga bulan misalnya sekali lelang 1,5-2 GW

Di samping itu perlu disiapkan insentif bagi investor dan proyek yang dilelang harus benar-benar siap dan bankable serta diminati pasar.

Peneliti Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, menambahkan, utuk sektor EBT, bukan jor-joran kapasitasnya saja, tetapi perlu dipertimbangkan faktor keandalannya.

"Sebaiknya pemerintah memahami bahwa percepatan transisi EBT dan pencapaian bauran energi yang besar harus melibatkan potensi kolektif masyarakat dan dunia usaha, membuka ruang partisipasi EBT skala mikro dan medium, untuk kawasan industri, perkantoran dan perumahan jauh lebih dibutuhkan," tegasnya

Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan rencana bidding tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan transisi ke energi terbarukan.

Baca Juga: