SURABAYA - Kebijakan pangan pemerintah sedapat mungkin harus menghindari impor produk. Sebagai gantinya untuk memenuhi kebutuhan komoditas yang selama ini diimpor, pemerintah dapat mengedepankan program pengembangan subtitusi impor pangan.

"Untuk memenuhi kebutuhan komoditas yang selama ini diimpor, pemerintah dapat mengedepankan program pengembangan subtitusi impor pangan," kata pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, kepada Koran Jakarta, Senin (26/6).

Kebijakan di atas, tambah Ramdan, sejalan dengan tujuan kemandirian pangan yang diharapkan. Dengan mendorong subtitusi impor akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia akan bahan pokok impor. Ini akan banyak melibatkan sumber daya di perdesaan sehingga memperkuat agroindustri yang seharusnya menjadi basis ekonomi kerakyatan.

Menurut Ramdan, dengan makin kuatnya ekonomi rakyat menjadi hal positif karena sektor riil masyarakat perdesaan yang selama ini menjadi korban kesenjangan akan bergerak, banyak menyerap tenaga kerja sehingga daya beli masyarakat pulih kembali.

"Dengan begitu, pemerintah tak hanya akan membangun ekonomi kerakyatan, tapi juga dapat mengurangi praktik rent seeking yang selama ini dilakukan pengusaha besar pada produk impor. Kalau cara ini diikuti dengan penerapan bea impor maka dapat menambah pemasukan negara," tuturnya.

Tidak Menyukai Impor

Seperti dikutip dari Antara, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mengakui bahwa dirinya tidak menyukai impor, meskipun secara data volume impor sejumlah komoditas pangan terus meningkat dibandingkan saat dulu dirinya berada di kursi DPR pada tahun 2004.

"Saya Menteri Perdagangan, bukan kadang-kadang lagi, urusannya impor dan ekspor. Tapi, saya yang termasuk tidak suka impor sebetulnya," ujar Mendag Zulkifli saat menghadiri peresmian Gerakan Pangan Murah Serentak Nasional, di Jakarta, Senin.

Mendag Zulhas, sapaan Zulkifli Hasan, menyampaikan saat dia menjabat sebagai anggota DPR di tahun 2004, impor gandum hanya sekitar 2-3 juta dan kini meningkat menjadi 13 juta per tahun. Lalu, impor gula kira-kira 1 juta -2 juta dan sekarang menjadi lima juta lebih satu tahun. "Dulu kita impor garam tidak sampai satu juta, sekarang mungkin tiga juta," ujarnya.

Tak sampai di situ, kenaikan volume impor bahan pangan juga terjadi pada komoditas bawang putih dari sekitar 25.000 ton hingga 30.000 ton menjadi 600.000 ton per tahun.

"Kita pemakan bawang merah, bawang putih, sedikit sekali tahun 2004 kira kira 25 ribu ton hingga 30 ribu ton sudah banyak. Sekarang, kita mulai bergeser makan bawang putih, kita impor hampir 600 ribu ton per tahun," ujar dia lagi.

Begitu juga dengan impor tembakau yang disebutnya setengah dari kebutuhan dalam negeri dipenuhi melalui impor, dan impor jagung untuk kebutuhan industri yang mencapai dua juta ton.

"Oleh karena itu, saya minta arahan Presiden Joko Widodo apakah boleh saya mengendalikan impor. Dengan mengendalikan impor diharapkan produksi dalam negeri meningkat," kata Zulkifli.

Baca Juga: