JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan akan merevisi stimulus fiskal yang sudah diberikan, namun dalam praktiknya sulit diserap, baik oleh masyarakat maupun dunia usaha.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam keterangannya bersama dengan Komite Stabilitas Sektor Keuangan, di Jakarta, Rabu (5/8), mengatakan revisi dimaksudkan untuk mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Selain merevisi, pemerintah, kata Menkeu, juga menyiapkan stimulus baru seperti tambahan bantuan sosial untuk 10 juta masyarakat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) berupa pembagian beras 11 kilogram dan anggaran yang disiapkan untuk itu mencapai 4,6 triliun rupiah.

"Ada yang sifatnya baru. Beberapa stimulus yang kurang atau belum bisa diimplementasikan karena sulit dilaksanakan maka pemerintah akan perbaiki dan ubah," kata Menkeu.

Untuk insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 25, pemerintah akan memperbesar diskon atau potongan angsuran dari yang berlaku saat ini 30 persen menjadi 50 persen.

Sri Mulyani mengatakan kebijakan tersebut untuk membantu sektor riil bergerak akibat dampak ekonomi Covid-19. Tambahan insentif pajak diharapkan meringankan cashflow perusahaan, sehingga memiliki ruang untuk ekspansi usaha pada paruh kedua 2020.

Dia menjelaskan insentif pajak yang disiapkan pemerintah mencapai 120,6 triliun rupiah melalui program PEN. Dari jumlah tersebut, insentif pajak PPh Pasal 25 sebesar 14,4 triliun rupiah. Dalam pelaksanaannya, realisasi insentif pajak bagi dunia usaha per 5 Agustus 2020 baru mencapai 16,2 triliun rupiah atau sekitar 13,4 persen dari yang disiapkan.

Minimum Tagihan

Lebih lanjut, jelas Menkeu, pemerintah juga akan mengurangi beban listrik industri dan sektor sosial dengan menanggung minimum tagihan yang harus dibayar ke PLN. "PLN tidak lagi mengenakan charge minimum," katanya.

Selama ini, katanya, industri wajib membayar minimum tagihan meskipun penggunaan listriknya lebih kecil terutama ketika operasi usaha sedang menurun. "Ini memberatkan. Pemerintah minta PLN agar tidak lagi berikan tagihan minimum kepada industri sehingga pelanggan hanya bayar sebesar apa yang mereka gunakan," katanya.

Menanggapi revisi tersebut, Ekonom Unika Atma Jaya Jakarta, Rosdiana Sijabat, yang dikonfirmasi terpisah, Kamis (6/8), mengatakan stimulus fiskal dalam rangka membantu dunia usaha yang terpukul karena pandemi Covid-19 itu baik. Namun, pemerintah harus memperbaiki penyerapan dana PEN yang rendah. Hingga kuartal III-2020, dana PEN yang mencapai lebih dari 640 triliun rupiah baru terserap sekitar 20 persen.

"Pemerintah gagal mendapatkan time value of money dari dana PEN yang tecermin dari kontraksi ekonomi 5,32 persen pada kuartal II 2020. Lambatnya penyerapan karena ada permasalahan subtantif pada pengelolaan sektor publik," katanya.

Insentif perpajakan dan pengurangan tarif listrik dunia usaha memang akan membantu pelaku usaha menciptakan cost reduction. Namun, yang terpenting pemerintah perlu menyederhanakan administrasi dan membuat birokrasi lebih fleksibel bagi dunia usaha agar insentif itu lebih mudah diserap.

"Jika tidak demikian, kita akan kehilangan momentum waktu menggunakan dana PEN dengan cepat, ini akan mengancam kinerja ekonomi Indonesia sampai akhir tahun," kata Rosdiana. n yni/E-9

Baca Juga: