Pemerintah mulai merancang peringatan dini berbasis komunitas sebagai upaya mencegah banjir bandang di Sumbar.
Pemerintah mulai merancang peringatan dini berbasis komunitas sebagai upaya mencegah banjir bandang di Sumbar.
PADANG - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama BMKG serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mulai merancang sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) berbasis komunitas dalam upaya mencegah banjir bandang di Sumatera Barat.
"Model EWS yang sedang dirancang oleh tim BMKG adalah sistem peringatan dini berbasis komunitas," kata Kepala Stasiun Geofisika Padang Panjang Suaidi Ahadi di Padang, Minggu (26/5).
Rancangan sistem peringatan dini banjir bandang tersebut merupakan tindak lanjut atas arahan Presiden Jokowi dalam rangka percepatan penanganan darurat banjir lahar dingin atau galodo yang melanda Ranah Minang beberapa waktu lalu.
Berbagai evaluasi dilakukan untuk menyusun rancangan sistem peringatan dini yang efektif pada potensi bencana banjir lahar hujan atau galodo berdasarkan pada pengalaman bencana yang terjadi pada Sabtu malam (11/5) 2024.
"Saat ini BMKG mengusulkan penguatan dan monitoring terkait peringatan dini bencana banjir dan longsor yang ada di sekitar Gunung Marapi," kata Suaidi.
Konsepnya yang dirancang oleh BMKG ialah pemasangan alat monitoring sungai dengan menggunakan radar yang dapat memonitor tingkat ketinggian air sungai. Hal ini berdasarkan hasil pemantauan sungai di wilayah terdampak banjir bandang yang memiliki jenis sungai intermiten.
Jenis sungai tersebut bergantung pada musim yang sedang terjadi. Jika musim hujan maka debit air akan meningkat drastis namun saat musim kemarau air mengering. Sungai intermiten diketahui juga berfluktuasi ekstrem antara kedua musim.
Suaidi menjelaskan secara sederhana EWS akan mengonfirmasi peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG dari cuaca dan getaran tanah. Apabila alarm EWS berbunyi, komunitas siaga bencana yang dimiliki Wali Nagari (kepala desa) di sekitar Gunung Marapi langsung berkoordinasi melakukan evakuasi mandiri.
Untuk mencegah berulangnya banjir lahar dingin yang dapat menimbulkan korban jiwa, BMKG mencatat setidaknya diperlukan pemasangan EWS di 23 titik yang tersebar di Kabupaten Agam, Tanah Datar dan Kota Padang Panjang.
"Harapannya jika 23 titik ini terpasang EWS maka akan selaras dengan terbangunnya komunitas peringatan dini, dan evakuasi dari nagari," jelas dia.
Seiring dengan BMKG, saat ini tim BNPB sedang menyurvei lokasi titik pemasangan EWS. Survei dilakukan dengan menggunakan teknologi drone maupun lewat pemantauan areal dari udara menggunakan helikopter.
Usulan BMKG ini nantinya akan dibicarakan lebih detail bersama PVMBG termasuk mendengar dan mempertimbangkan usulan-usulan lain yang disampaikan oleh para akademisi. Sehingga perangkat EWS yang dibangun efektif sebagai kebutuhan informasi di tingkat masyarakat."Kita targetkan pemasangan unit early warning system ini dapat dilaksanakan pada tahun ini," harap dia.
Masuki Hari Ke-10
BNPB juga telah menyebar 24 ton natrium clorida (NaCl) sejak operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) dilakukan untuk mempercepat penanggulangan bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Sumbar.
"Memasuki hari ke-10 operasi TMC, tim telah menyebar 24 ton natrium clorida di langit Sumatera Barat dengan 24 sorti selama kurun waktu 54 jam 21 menit," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari.
Abdul Muhari mengatakan upaya penanganan darurat banjir lahar dingin dan tanah longsor di wilayah Provinsi Sumbar terus dimaksimalkan pemerintah, termasuk lewat operasi rekayasa cuaca. TMC ditujukan untuk memindahkan bibit-bibit awan hujan ke laut lepas.
Operasi TMC dilaksanakan berdasarkan pertimbangan prakiraan cuaca wilayah di Ranah Minang yang masih berpotensi terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
BNPB menyiagakan satu unit pesawat caravan PK-SNN sebagai kendaraan operasional yang ditempatkan di Bandara Internasional Minangkabau.
Pada Sabtu (25/5) operasi TMC hanya dapat dilaksanakan sebanyak satu sorti penerbangan akibat adanya pusat tekanan rendah di Samudera Hindia sebelah barat provinsi itu, yang menyebabkan kondisi keawanan cenderung belum berpotensi untuk disemai hingga siang hari.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto mengatakan rekayasa cuaca tersebut akan terus dilakukan pemerintah hingga 29 Mei 2024, untuk menanggulangi dampak bencana hidrometeorologi yang terjadi pada Sabtu (11/5). Ant/S-2