Jakarta - Pemerintah memperkirakan Bank Indonesia (BI) tidak akan reaktif menyikapi keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang bakal menaikkan bunga acuannya (FFR). Karena itu, BI diyakini tidak akan kembali menyesuaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate yang saat ini berada pada 4,25 persen.

"Kita lihat saja hitung-hitungan fundamentalnya berapa, jadi tidak perlu bereaksi untuk menaikkan lagi," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, di Jakarta, Rabu (21/3). Darmin menilai BI dan pelaku pasar sudah memprediksi kenaikan suku bunga acuan The Fed yang akan dilakukan pascapertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Maret 2018.

Untuk itu, tidak ada kekhawatiran yang berlebihan atas rencana dari kenaikan suku bunga acuan The Fed dan tidak ada alasan dari Bank Indonesia untuk ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Menurut Darmin, perlemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang terjadi sejak awal 2018 juga merupakan bagian dari proses pelaku pasar dalam menyikapi rencana The Fed tersebut.

"Tidak ada perubahan yang besar, karena semua sudah meng-absorb ini dan sudah dihitung sejak dua atau tiga bulan," kata mantan Gubernur BI ini. Sebelumnya, Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan kebijakan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate belum tentu mengetat atau naik pada Maret 2018, meski The Fed hampir pasti menaikkan suku bunga acuan.

Dia mengatakan kondisi fundamental ekonomi domestik saat ini berjalan baik, terlihat dari terjaganya inflasi sesuai sasaran Bank Sentral di 2,5-4,5 persen (tahun ke tahun/yoy). Saat ini, Agus menegaskan kebijakan moneter BI masih netral, dengan peluang pelonggaran suku bunga acuan relatif kecil untuk tahun ini.

"Namun jika FFR naik, BI belum tentu naikkan 7-Day Reverse Repo Rate. Kami akan mengkaji data ekonomi domestik dan eksternal," ujar Agus. Untuk menentukan kebijakan suku bunga, kata Agus, Bank Sentral akan mengkaji pergerakan laju inflasi, kondisi neraca transaksi berjalan, stabilitas nilai tukar, dan juga prospek pertumbuhan ekonomi domestik.

Tekanan Eksternal

Saat ini, ujar Agus, kondisi sejumlah indikator perekonomian tersebut masih terjaga baik, meskipun tekanan ekonomi eksternal terus membayangi dan menggangu stabilitas, terutama kepada nilai tukar rupiah. Depresiasi nilai tukar rupiah sejak Januari hingga awal Maret 2018 mencapai 1,5 persen dengan volatilitas nilai tukar yang meningkat drastis menjadi 8,3 persen dibanding tiga persen sepanjang 2017.

Seperti diketahui, FOMC menggelar rapat selama dua hari hingga, Rabu (21/3) waktu setempat atau Kamis (22/3) pagi WIB.

Ant/E-10

Baca Juga: