JAKARTA - Pemerintah akan mempertimbangkan pemberian bantuan untuk mengatasi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sedang melanda Tanah Air saat ini. Kemenkeu mengaku masih akan membahasnya dengan sejumlah instansi terkait.

"Kami akan melihat instrumen mana yang bisa dibantu dan siapa yang harus dibantu, apakah korporasinya atau buruhnya," ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: APBN KITA November 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (24/11).

Kendati demikian, untuk membuat bauran kebijakan dalam mengatasi badai PHK tersebut, dia mengaku akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan berbagai pihak, yaitu Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Jika memang nanti buruh yang terkena atau terancam PHK yang diberi bantuan, akan dipertimbangkan apakah bantuan berasal dari Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan. Sementara jika korporasi yang diberi bantuan, akan dipertimbangkan apa akan kembali diberikan penundaan atau pengurangan pembayaran pajak penghasilan (PPh) 25.

Sri Mulyani menjelaskan fenomena badai PHK antara lain terjadi karena pengendalian permintaan ekspor, terutama tekstil dan produk tekstil serta alas kaki, dari beberapa negara maju dengan kenaikan suku bunga acuan yang agresif.

Data Dipantau

Dia menuturkan terdapat tekanan pada ekspor tekstil dan produk tekstil di beberapa korporasi pada Oktober 2022, sedangkan ekspor alas kaki masih cukup baik. Karena itu, seluruh data korporasi tersebut akan terus dipantau, mulai dari tren impor bahan bakunya, ekspor, hingga pembayaran pajak untuk PPh, pajak pertambahan nilai (PPN), serta restitusi.

Sebelumnya, berdasarkan laporan dari sejumlah asosiasi, industri tekstil dan produk tekstil serta alas kaki sedang mengalami kinerja yang melambat. Hal ini dikarenakan penurunan utilisasi di sektor indutri serat (20 persen), spinning (30 persen), weaving dan knitting (50 persen), garmen (50 persen), pakaian bayi (20-30 persen), dan alas kaki (49 persen). Beberapa perusahaan itu sudah ada yang memangkas jam kerjanya jadi 3-4 hari, yang biasanya tujuh hari kerja.

Atas kondisi tersebut, tenaga kerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dari industri tekstil dan garmen dilaporkan mencapai 92.149 ribu orang dan dari industri alas kaki sebanyak 22.500 orang.

Hal senada juga dilakukan sejumlah sektor digital. GoTo Grup melaporkan PHK terhadap 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap.

Beberapa bulan sebelumnya, Shopee Indonesia kabarnya melakukan PHK terhadap 6.232 orang atau sekitar 3 persen dari total pekerjanya.

Baca Juga: