Saat ini, biaya logistik nasional mencapai 23,5 persen terhadap PDB, jauh dibandingkan negara tetangga yang hanya sekitar 13 persen.
JAKARTA - Pelayaran langsung atau direct call barang ekspor ke tujuan akan dapat menghemat biaya hingga 30 persen sehingga membuat biaya logistik semakin efisien. Karena itu, direct call diyakini dapat membuat Indonesia lebih kompetitif karena tidak perlu feeder (pengumpan) ke Singapura atau ke Pulau Jawa terlebih dahulu sebelum dikirim ke tujuan.
"Jadi, tidak ada lagi kita feeder ke Singapura. Kita harus mandiri sendiri dan itu akan mengurangi cost kita 30 persen. Nah, kalau 30 persen ini kita kurangi cost-nya (biayanya) , kita akan menjadi negara yang lebih kompetitif," kata Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam acara Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) Sulawesi Selatan yang dipantau dari Jakarta, Kamis (24/2).
Menko Luhut menceritakan sejarah dimulainya direct call dari Makassar ke negara tujuan ekspor beberapa tahun lalu. Kala itu, kata dia, biaya ekspor melambung karena pengiriman harus dilakukan melalui Pulau Jawa, tepatnya dari Surabaya.
"Saya ingat hampir empat tahun lalu saya rapat kemari (Makassar). Itu rapat kita mengenai direct call. Waktu itu saya ingat sekali betapa kita itu semua harus ke Jawa, akhirnya high cost. Terus saya putuskan di sini, waktu itu, kita direct call saja, tidak perlu lagi ke Jawa," kenangnya.
Menko Luhut berharap kebijakan direct call akan dapat menekan biaya logistik nasional yang saat ini cukup tinggi.
Saat ini, biaya logistik nasional mencapai 23,5 persen terhadap PDB, jauh dibandingkan negara tetangga yang hanya sekitar 13 persen. Pemerintah menargetkan bisa menekan biaya logistik nasional menjadi sekitar 17 persen pada 2024.
"Target kita, sampai 2024 kita mau 17 persen. Tapi saya bilang, saya mau 15 persen. Jadi kita masih challenge (tantang) ini semua supaya bisa. Kalau orang lain bisa, kenapa kita tidak bisa?" katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, mengatakan program direct call telah memberi dampak besar terhadap peningkatan ekspor hingga 25 persen. Program tersebut pun telah dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM.
"Sekarang bukan lagi perusahaan besar yang mengekspor tapi perusahaan-perusahaan kecil yang bahkan UMKM, CV, sudah banyak yang masuk dan mengirimkan (ekspor). Bahkan yang dikirimkan sampai kotoran hewan kelelawar dikirim untuk pupuk ke luar negeri," katanya.
Darurat Regulasi
Sebelumnya, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi, menyatakan implementasi Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) sebagai payung hukum sektor logistik yang dikeluarkan hampir 10 tahun lalu berjalan tidak efektif. Karena itu, sektor logistik Indonesia saat ini dinilai darurat regulasi.
Setijadi menambahkan, dalam periode itu, pencapaian roadmap dan rencana aksi Sislognas rendah, serta tidak ada evaluasi atau pengawasan secara berkala. Bahkan, rencana aksi sislognas baru tersusun untuk tahap I (2011-2015), sedangkan rencana aksi tahap II dan III (2016-2025) hingga saat ini belum dirumuskan.