JAKARTA - Pemerintah semakin sulit keluar dari jebakan utang (debt trap) karena untuk membayar bunga utang lama harus menerbitkan utang baru. Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya pembiayaan akibat Covid-19 sementara sumber penerimaan utama yaitu perpajakan mengalami penurunan atau shortfall.

Makin sulitnya keluar dari jebakan utang itu tecermin dari neraca keseimbangan primer APBN dalam lima tahun terakhir negatif. Setelah trennya sempat turun dari 2016-2018, pada 2019 kembali naik menjadi negatif 73,132 triliun. Pada 2020 diproyeksikan naik drastis jadi -700,433 triliun dan pada 2021 ditargetkan sebesar -597,902 triliun.

Sebagai informasi, neraca keseimbangan primer dalam APBN merupakan penerimaan dikurangi belanja negara, di luar komponen pembayaran bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer surplus, pemerintah tidak memerlukan utang baru untuk membayar bunga utang lama.

Sebaliknya, jika keseimbangan primer defisit maka pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk membayar bunga utang lama atau gali lubang tutup lubang.

Menanggapi hal itu, Pengajar dari Universitas Diponegoro Semarang, Eshter Sri Astuti, kepada Koran Jakarta, Rabu (16/9), mengatakan keseimbangan primer yang negatif menandakan pendapatan negara dalam lima tahun mengalami tekanan seperti pada 2019 lalu kembali meningkat karena penerimaan negara tak mencapai target.

"Pendapatan negara realisasinya mencapai 1.957,2 triliun rupiah atau 90,4 persen dari target APBN 2019 yang ditetapkan 2.165,1 triliun rupiah," kata Esther.

Tidak tercapainya target pendapatan itu karena penerimaan pajak menurun hanya 1.545,3 triliun rupiah atau 86,5 persen dari target ditetapkan 1.786,4 triliun rupiah. Sementara belanja negara, realisasinya mencapai 2.310,2 triliun rupiah dari target 2.461,1 triliun rupiah. "Belanja yang cukup besar pada tahun lalu, salah satunya karena belanja proyek infrastruktur, sementara penerimaan pajak menjadi andalan penerimaan negara tidak tercapai target," katanya.

Dibanding tahun lalu yang masih normal, pada 2020 tidak heran bila keseimbangan primer diproyeksikan naik drastis jadi -700,433 triliun dan pada 2021 ditargetkan sebesar -597,902 triliun sebagai akibat dampak pandemi Covid-19," kata Eshter.

Usaha Tutup

Pandemi, tambah Esther, mengakibatkan banyak usaha tutup, sehingga target pemerintah dari penerimaan pajak pasti turun. Sebab itu, pemerintah harus kreatif menciptakan penerimaan lain di luar perpajakan.

"Pemerintah harus menggenjot sumber penerimaan alternatif lain, misalnya, devisa negara dari pariwisata dan sektor jasa lainnya," kata Esther.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Leo Herlambang, dalam kesempatan terpisah mengatakan keseimbangan primer APBN yang negatif menandakan defisit membengkak dan perlu menambah utang untuk menutupi peningkatan pembiayaan di tengah berkurangnya pemasukan. n ers/uyo/SB/E-9

Baca Juga: