JAKARTA - Pemerintah dinilai lebih berpihak ke petani di luar negeri dengan rela membayar berapa pun harga pangan impor, ketimbang membeli gabah petani dengan harga yang wajar dan sedikit menguntungkan petani dalam negeri.

Bahkan, pemerintah ditengarai menggunakan strategi impor beras menjelang musim panen, sehingga semakin menekan harga gabah di tingkat petani yang harganya sempat naik dan memberi sedikit harapan bagi petani.

Kebijakan impor beras menjelang musim panen tersebut patut diduga kebijakan ditunggangi kepentingan para pencari rente (rent seeking) yang memang targetnya ingin membuat petani merugi dan frustasi, sehingga semua bahan pangan dipenuhi dengan impor. Dengan demikian, bisnis calo pangan yang selama ini menguntungkan mereka tetap langgeng.

Hal itu mengacu pada pernyataan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, yang pada Senin (18/3) kembali menyampaikan bahwa pemerintah akan mengimpor 22.500 ton beras dari Kamboja. Impor tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445 H, selain mengandalkan produksi dalam negeri.

"Kami mengutamakan produksi dalam negeri, hanya untuk Bulog ketersediaan hari ini, memang pengadaan dari luar negeri. Dari Kamboja 22.500 ton," kata Arief.

Menanggapi pernyataan Bapanas, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, dalam dua minggu terakhir harga gabah di tingkat petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini seiring dengan meningkatnya suplai dengan mulainya panen beberapa sentra produksi padi seperti di Pati, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Walaupun jumlah panen masih terbatas, tetapi sudah mendorong harga gabah turun di tingkat petani.

"Tentu ini menjadi kegelisahan petani. Setelah sebelumnya mengalami harga yang cukup menguntungkan karena harga gabah di atas titil break event point (BEP)," kata Said.

Dengan penurunan harga, tentu saja memukul harapan petani. "Sekalipun Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sudah naik diangka 5 ribuan per kilogram, nyatanya tingkat tersebut masih jauh dari ideal bagi petani karena harga input juga naik lebih tinggi dari HPP," kata Said.

Terus Terjadi

Situasi penurunan harga bisa jadi akan terus terjadi sampai panen raya berlangsung apalagi ada isu pemerintah akan melakukan impor beras tambahan dan diperkirakan akan masuk justru pada saat panen raya.

Selama ini, kata Said, pemerintah lebih khawatir harga beras merugikan konsumen sementara harga gabah kerap kali diabaikan dengan dalih sudah ada HPP, padahal HPP-nya sendiri jauh dari yang ideal.

Secara terpisah, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan persoalan petani terkesan kurang ditangani, padahal sudah bertahun-tahun selalu impor beras untuk mengamankan stok menjelang hari raya.

Sebab itu, perlu sinkronisasi peningkatan produksi disertai demokratisasi tata niaga untuk menekan biaya transaksi sehingga tercapai kesejahteraan petani.

Baca Juga: