JAKARTA - Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto mengatakan, pemerintah kabupaten/kota harus menjadi ujung tombak penuntasan persoalan sampah di Indonesia. Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 menjadi momentum untuk menutaskan sampah.

"Kita masih punya pekerjaan rumah yang harus ditangani secara kolaboratif, antar pemerintah, dunia usaha, masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan. Semua bertanggung jawab terhadap sampahnya," ujar Bagong, dalam pernyataan tertulis yang diterima Koran Jakarta, Kamis (18/2).

Menurut Bagong, untuk mengatasi persoalan tata kelola sampah di Indonesia, arus kembali pada Undang-Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Rangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, dan Keppres No. 97/2019 tentang Jakstranas, terutama tentang target pengurangan sampah 30 persen dan penanganan sampah 70 persen, pada tahun 2025.

Sehingga, kata Sekretaris Jenderal Perkumpulan Gerakan Aksi Persampahan Indonesia (GAPINDO) ini, menyelesaikan persoalan sampah baik yang dikelola resmi oleh pemerintah dan swasta namun tak memadai serta pembuangan sampah liar atau TPA liar harus melihat kembali sejumlah pasal, seperti Pasal 12, 13, 14, 15, 44 dan 45 UUPS.

Bagon menjelaskan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI bekerja keras untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan berkolaborasi dengan berbagai stakeholders. Namun, hasilnya belum memuaskan. Karena secara teknis pengurangan dan penanganan sampah berada di bawah kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. KLHK berwenang menyediakan kebijakan dan panduan secara nasional.

Pasal 12 UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan: (1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah rangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.

Seperti pada Pasal 44, ayat (1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. Ayat, 2, Pemerintah Daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.

"Mayoritas TPA di Indonesia dikelola dengan sistem open-dumping sangat rawan terhadap pencemaran lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, " tegasnya.

Menuruntam keetentuan dan klausul/pasal-pasal UUPS belum dilaksanakan secara total. Oleh karena itu tata kelola sampah belum mapan, justru sebaliknya terjadi banyak pelanggaran. Di sini perah pemerintah daerah.

Baca Juga: