JAKARTA - Kementerian Perhubungan melalui Badan Litbang Perhubungan tengah mengkaji pemanfaatan pesawat nirawak atau drone sebagai wahana pengangkutan barang (logistik) atau cargo-drone. Pasalnya, pengunaan pesawat nirawak kini makin berkembang

Kepala Puslitbang Transportasi Udara, Capt. Novyanto Widadi dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait "Pemanfaatan Drone untuk Distribusi Logistik di Wilayah 3T dan Rawan Bencana" mengatakan drone memiliki potensi untuk mengubah sektor logistik dan mengurangi biaya logistik hingga 30 persen. Perangkat ini tidak hanya dapat mengirimkan produk dalam waktu singkat, namun juga dapat menjangkau wilayah yang sulit ditempuh melalui jalur darat.

"Beberapa hal yang akan kita bahas dalam FGD hari ini yakni terkait perkembangan teknologi drone, regulasi, prospektif operasi, kesiapan dan koordinasi kelembagaan, serta kelayakan operasi dan demonstrasi drone kargo di wilayah 3T dan rawan bencana," kata Capt Novyanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/10).

Dia menambahkan dilihat dari segi kesiapan dan koordinasi antar institusi memang perlu adanya koordinasi dengan calon pengguna potensial agar implementasi drone kargo dapat tepat sasaran. Selain itu sistem teknologi informasi juga diperlukan agar dapat mengawasi operasi drone dengan lebih baik lagi dan kegiatan koordinasi berjalan dengan lancar.

"Adapun instansi yang bertugas untuk mensertifikasi, memberi rekomendasi operasi, dan mengawasi pengoperasian drone kargo sudah memiliki pengalaman dan sudah siap, baik dari segi sumber daya manusia maupun infrasktruktur," kata Capt Novyanto.

Butuh Pengembangan

Pada kesempatan sama, Ketua Tim Kajian ITB, Yazdi Ibrahim Jenie, menyampaikan regulasi saat ini, terutama PM 37 Tahun 2020 mengakomodasi operasi drone kargo, di mana mencakup prosedur permohonan izin, persyaratan keamanan, operasi BVLOS, operasi di area pemukiman, dan koordinasi dengan Airnav. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih spesifik untuk kebutuhan drone kargo.

"Saat ini drone kargo berpotensi dioperasikan pada banyak kasus 3T dan rawan bencana, dengan menggunakan kaidah VLOS. Untuk pengembangan penuh ke kaidah BVLOS diperkirakan dapat terwujud minimal 5-10 tahun ke depan," katanya.

Baca Juga: