JAKARTA - Pemerintah menyebutkan kajian kebijakan harga gas bumi tertentu sebesar enam dollar AS per MMBTU ditujukan sebagai upaya optimasi manfaat buat negara.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan saat ini, pihaknya tengah melakukan evaluasi penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 134 Tahun 2021 tentang Penggunaan dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

"Revisi Kepmen 134 sudah masuk dalam tahap finalisasi," katanya dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Kamis (13/4).

Menurut Tutuka, evaluasi harga gas murah tersebut harus sejalan dengan manfaat yang diberikan industri penerima kepada negara antara lain kenaikan penyerapan tenaga kerja, utilisasi pabrik, hingga kontribusi pajak.

Dia menambahkan insentif harga gas murah juga hanya membantu industri yang perlu dibantu, sehingga kebijakannya bersifat sementara.

Jika ada industri yang sudah membaik akibat kebijakan harga gas bumi tertentu dibandingkan sebelumnya, maka perlu dievaluasi dan digantikan dengan bidang industri lainnya yang masih lemah.

Penerapan kebijakan harga gas murah tersebut telah membuat penerimaan negara berkurang. Kementerian ESDM mencatat implementasi harga gas bumi tertentu sebesar enam dollar AS per MMBTU berdampak pada pengurangan penerimaan negara sebesar 29,39 triliun rupiah dalam dua tahun terakhir atau periode 2021-2022.

Rinciannya pada 2021, penerimaan negara berkurang 16,46 triliun rupiah dan sebesar 12,93 triliun rupiah pada 2022.

Selain penerimaan negara, penurunan juga terjadi pada penerimaan perpajakan dari industri penerima insentif harga gas sebesar tiga persen pada 2021 dibandingkan 2019.

Baca Juga: