JAKARTA - Setelah menyadari akan kuatnya reaksi penentangan dari pekerja terkait iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), semestinya pemerintah tidak perlu sungkan lagi membatalkan Peraturan Pemerintah No Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera karena dinilai belum menjadi kebutuhan mendasar dan urgent untuk saat ini.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai iuran Tapera ini jika tidak dibatalkan berarti betul-betul memaksa kemampuan masyarakat.

"Semestinya jika melihat eskalasi penolakan publik yang meningkat, program ini dibatalkan, bukan hanya ditunda," tegas Anthony.

Kenapa bukan ditunda, karena menurut Anthony, bisa saja suatu saat nanti pemerintah berlakukan lagi sembari menunggu waktu yang tepat menurut regulator. Dia pun berharap agar pemerintah jangan membuat peraturan seenaknya tanpa pernah memikirkan kepentingan rakyat banyak.

Dia menegaskan pemaksaan terhadap rakyat, dengan alasan apa pun, melanggar konstitusi, melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), melanggar hak kebebasan (freedom) manusia yang dijamin konstitusi.

"Jadi, itu melanggar hak konstitusional rakyat untuk bisa menentukan pilihan atas kebutuhannya sendiri," tandasnya.

Menabung menurut Anthony adalah pilihan. Pilihan untuk konsumsi hari ini atau konsumsi di masa depan (alias menabung). "Pilihan tersebut merupakan hak manusia, hak rakyat. Tidak ada pihak lain, termasuk pemerintah, yang boleh merampas hak tersebut, dengan alasan apa pun," tegas Anthony.

Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan selama ini yang menjadi andalan pertumbuhan adalah permintaan domestik serta proyek strategis nasional. Saat ini, tekanan terhadap permintaan domestik tidaklah kecil, dan karena itu dapat dimengerti mengapa muncul penolakan yang kuat, misalnya terhadap rencana kenaikan biaya kuliah di PTN (UKT) serta potongan Tapera. Menurut Aloysius, penolakan tidak akan terjadi secara masif bila daya beli masyarakat masih dalam situasi yang aman.

Sebelumnya, beberapa menteri seperti Menteri PUPR, Menkeu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kepala Staf Kepresidenan (KSP) mengaku sangat tidak menduga kalau publik begitu antusias menolak kebijakan tersebut. Sebab itu, pemerintah akan mengkaji kembali PP Tapera ke depan.

Beri Masukan

Secara terpisah, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyampaikan masih ada waktu bagi semua pihak untuk memberikan masukan terkait pemberlakuan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga 2027.

Hal itu disampaikan Moeldoko menyusul keputusan pemberlakuan iuran Tapera, dari sebelumnya tahun ini, menjadi paling lambat tahun 2027.

"Tapera ini diberlakukan paling lambat nanti tahun 2027. Sampai 2027 masih ada waktu untuk saling memberi masukan, konsultatif, dan sebagainya," kata Moeldoko seperti dikutip dari Antara.

Moeldoko mengatakan peraturan mengenai iuran Tapera bagi aparatur sipil negara (ASN) maupun bagi pekerja mandiri juga belum terbit, baik dari Menteri Keuangan maupun Menteri Ketenagakerjaan.

Menurut Moeldoko, persoalan Tapera bukan masalah ditunda atau tidak ditunda, melainkan persoalan mendengarkan aspirasi berbagai pihak sehingga akan ada perbaikan melalui peraturan menteri yang akan diterbitkan nantinya.

Baca Juga: