JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Inggris Raya bekerja sama dalam program Partnering for Accelerated Climate Transition (UK-PACT) atau disebut Mentari Energy Efficiency untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui efisiensi energi di sektor bangunan dan gedung.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyatakan efisiensi energi sangat penting mengingat baru-baru ini terjadi krisis energi di tingkat nasional hingga global.

"Semakin kita efisien menggunakan energi, paling tidak kita sudah mengurangi beban diri kita sendiri. Ini yang harus dipahami dan menjadi satu komitmen kita bersama," kata Arifin Tasrif pada acara peluncuran UK-PACT di Jakarta, Senin (28/11).

Menimbang hal tersebut, Arifin mengatakan setiap orang diminta memahami persoalan emisi gas rumah kaca sebagai tanggung jawab yang perlu diselesaikan bersama-sama oleh seluruh pihak, bukan hanya tanggungan orang lain atau pemerintah saja.

Menurut dia, emisi yang dikeluarkan di pusat-pusat pembakaran energi memberikan dampak sangat besar terhadap lingkungan maupun kesehatan.

Berdasarkan target pemerintah, pengurangan emisi yang diharapkan tercapai pada tahun 2030 sebesar 314 juta ton mengingat energi fosil seperti batu bara dan minyak masih dominan digunakan.

Di sektor kelistrikan, diperkirakan beban emisi CO2 mencapai 290 juta ton di tahun 2030 dengan kontribusi gedung dan bangunan sebesar 20 juta ton CO2.

Menurut Arifin, gedung yang digunakan sebagai kantor Kementerian ESDM sudah dilengkapi dengan sejumlah teknologi guna mereduksi emisi CO2, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, Solar Photovoltaics (PV), dan sistem pengendali pemakaian listrik di sejumlah ruangan.

"Kita merasakan nikmatnya keberadaan kita di kantor (atau) di rumah dengan fasilitas Air Conditioner (AC), memasak, dan lain sebagainya. Ini harusnya menjadi concern kita," ucapnya,

Dengan kesamaan visi, dia menganggap program untuk efisiensi energi di Indonesia dapat berjalan mudah sebagaimana program Mentari yang memperoleh dukungan pula dari beberapa negara Eropa lainnya.

Dia mengharapkan peluncuran program ini menjadi pemicu bagi industri kecil elektronik agar dapat memproduksi seperti thermostat yang memiliki fungsi shut off system untuk membantu penghematan energi maupun pengurangan emisi. "Tentu saja hal ini harus kita sosialisasikan tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah-daerah. Perlu gerakan sosialisasi massal," ujar Arifin.

Melalui Dua Cara

Pengamat perubahan iklim dan energi terbarukan dari Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo, mengatakan kerja sama tersebut sangat penting, mengingat salah satu kebutuhan utama dalam upaya memenuhi target karbon adalah pada bidang teknologi efesiensi energi.

"Pencapaian target karbon bisa ditempuh dari dua cara. Pertama, transisi masif ke energi terbarukan. Kedua, dengan melakukan efesiensi energi besar-besaran. Dalam hal ini yang dilakukan dengan efesiensi, mengingat kita masih menggunakan pembangkit batu bara, maka semakin irit listrik yang digunakan akan membantu mengurangi karbon yang dilepas ke udara," kata Adi Susilo kepada Koran Jakarta, Senin (28/11).

Harapannya, kata Adi Sulilo, hasil kerja sama ini bisa diterapkan lebih luas lagi untuk efisiensi energi di gedung-gedung yang ada di negara kita. Misalnya dari teknologinya bisa ditemukan cara untuk menghemat penggunaan AC. Tentu manfaat efesiensi akan sangat terasa jika diterapkan di kantor-kantor, baik swasta maupun milik pemerintah.

Baca Juga: