Persoalan illegal mining ini harus ditata secara serius, terutama terkait aspek perizinan dan pengelolaan lingkungannya.
JAKARTA - DPR RI mendesak pemerintah membentuk tim untuk memberantas "beking" kegiatan penambangan liar (illegal mining) oleh oknum aparat kepolisian sebagaimana video pengakuan Aiptu Ismail Bolong. Nantinya, anggota tim harus terdiri dari pejabat Kementerian ESDM, Kepolisian, TNI, dan Kejaksaan RI agar proses pengawasan dapat berjalan secara terpadu dan objektif.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengatakan ini saat tepat untuk memberantas praktik illegal mining dengan cara mengamankan oknum-oknum aparat yang selama ini menjadi pelindung atau "beking". Pemerintah harus bergerak cepat agar pelanggaran yang berdampak bagi pendapatan negara dan lingkungan ini tidak terus berlanjut.
"Pemerintah melalui aparat penegak hukum tidak boleh ragu dalam menindak ilegal mining termasuk cukong yang menjadi bekingnya. Terkesan pemerintah melempem karena ditengarai aparat turut bermain mata. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah nyata, tegas dan terukur agar keamanan dan ketertiban dalam sektor pertambagan ini dapat terjaga," ujar Mulyanto di Jakarta, Kamis (10/11).
Mulyanto menambahkan, ke depan persoalan illegal mining ini harus ditata secara serius, terutama terkait aspek perizinan dan pengelolaan lingkungannya. Menurutnya, proses perizinan ini perlu diperbaiki agar pertambangan rakyat dan batuan yang sudah didelegasikan ke daerah ini harus benar-benar dapat diimplementasikan.
Dengan demikian, pengawasan dan penerimaan negara dapat ditingkatkan, termasuk risiko terhadap lingkungan hidup dapat semakin dikurangi. "Sementara aparat penegak hukum yang ikut melindungi harus ditindak tegas," tegasnya.
Terakhir, Legislator Dapil Banten III ini menegaskan Komisi VII DPR RI akan memanggil lembaga terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Ia menilai sudah saatnya negara mengakhiri praktik merugikan ini. "Karena itu, perlu ada kesamaan sikap antara pejabat eksekutif dan legislatif dalam menuntaskan urusan ilegal mining ini. Jangan sampai masalah serius ini hanya ditangani secara sambil lalu, sehingga ujung-ujungnya tidak menyelesaikan masalah sebenarnya," tandasnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Sartono Hutomo, menilai pelanggaran hukum merupakan ranah hukum yang harus ditegakkan. "Negara ini menjunjung tinggi ruleoflaw, apabila memang terjadi pelanggaran. Polri sebagai lembaga penegak hukum harus memproses pelanggaran tersebut bukan untuk mempermudah," kata Sartono.
Sartono mengungkapkan, praktik tambang ilegal itu sangat merugikan keuangan negara, termasuk dampak kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas ilegal tersebut. Sehingga, dengan adanya oknum kepolisian yang membekingi aktivitas penambangan ilegal tidak sesuai dengan muruah Polri dan malah akan memperburuk citra Korps Bhayangkara.
Lebih lanjut, Sartono juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk lebih agresif lagi dalam melakukan pengawasan pertambangan ilegal, dengan menerapkan good mining practice yang jadi tupoksi dari inspektur tambang.
Rugikan Negara
Sebelumnya, viral video Ismail Bolong yang mengaku sebagai anggota polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu). Dia pernah bertugas di Satuan Intelijen Keamanan (Satintelkam) Polresta Samarinda, Kalimantan Timur.
Di samping tugasnya sebagai anggota Korps Bhayangkara, Ismail mengaku bekerja sampingan menjadi pengepul tambang batu bara ilegal sejak Juli 2020 hingga November 2021. Dari bisnis gelapnya, Ismail mengaku bisa meraup untung 5-10 miliar rupiah setiap bulan.
Pengamat Energi Mamit Setiawan menegaskan semua jenis kegiatan pertambangan ilegal sudah pasti merugikan negara. Di sisi lain, mereka diuntungkan dengan lonjakan harga komoditas di pasar ekspor, namun tak membayar kewajiban ke negara.
"Pelakunya untung berlipat-lipat, tetapi tidak ada yang diberikan ke negara, seperti pajak dan kewajiban lainnya. Mereka tidak mau rugi sehingga harus diberantas," tegasnya pada Koran Jakarta, Kamis (10/11).