JAKARTA - Masalah polusi udara di Jakarta dan sekitarnya merupakan perkara kompleks yang tidak bisa diselesaikan bila dalam regulasi yang mengatur tidak mendukung upaya tersebut. Untuk dapat mengatasi polusi udaha perlu diupayakan melalui regulasi pemerintah yang tepat.

"Solusi pengurangan emisi itu perlu perencanaan yang matang dan bersifat jangka panjang. Hal ini perlu diupayakan melalui regulasi pemerintah yang tepat," ujar Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra, dalam keterangan di Jakarta, Senin (11/9).

Seperti dikutip dari Antara, Daymas mengatakan regulasi yang tidak tepat, pada akhirnya malah akan memperburuk kualitas udara dan tidak akan menyelesaikan akar permasalahannya.

"Salah satu contohnya, di dalam Permen LHK No 11 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Pembakaran Dalam, terdapat kenaikan baku mutu kandungan nitrogen oksida (NOx) yang diperbolehkan mencapai 4,3 kali lipat lebih banyak, dan juga partikulat (PM) yang diperbolehkan mencapai dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan Permen LHK No 15 Tahun 2019 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas di bawah 3.000 KW," kata Daymas.

Komitmen Pemerintah

Kenaikan baku mutu tersebut disebabkan oleh dinaikkannya parameter koreksi dengan oksigen (O2) dari 5 persen menjadi 15 persen. Hal ini juga bertentangan dengan komitmen pemerintah terkait target pengurangan emisi yang tertuang pada dokumen Enhanced NDC, sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional hingga 2030 mendatang.

"Pemerintah perlu melihat semua sektor penyumbang polusi, selain transportasi dan PLTU, juga ada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)/genset yang turut menyumbangkan emisi berupa NOx dan PM. Ada banyak PLTD/genset di bawah 3.000 KW yang tersebar di sekitar Jakarta yang dipakai oleh kantor, pusat perbelanjaan dan juga pabrik-pabrik industri, bayangkan berapa potensi kenaikan jumlah emisi yang bertambah akibat Permen tersebut," Daymas menambahkan.

Menurut Daymas, dengan perkiraan total kapasitas 100 MW saja, apabila dikonversikan dengan perbandingan standar euro empat mobil ekuivalen yang menghasilkan 0,08gr/km dan rata-rata menghasilkan 2,4gr/jam maka itu setara dengan emisi 1,2 juta unit mobil, suatu jumlah yang sangat signifikan.

Baca Juga: