Pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah untuk mendorong optimalisasi PLTS, termasuk mendorong industri komponen PLTS dalam negeri dan membutuhkan dukungan APBN.

JAKARTA - Pidato swasembada energi yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat pelantikan pada 20 Oktober lalu harus serius dikonkretkan untuk mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), sebab potensi energi surya hampir merata di seluruh wilayah.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira, menilai pengembangan PLTS memerlukan empat prasyarat utama. Pertama, mendorong industri komponen PLTS di dalam negeri. "Jadi, harga komponen diharapkan bisa lebih kompetitif dan pasokan lebih banyak lagi," ucap Bhima.

Kedua, lanjutnya, pemerintah perlu segera membuat payung regulasi power wheeling atau pemanfaatan transmisi milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menjual surplus PLTS dari pelaku usaha dan masyarakat.

Ketiga, pemberian insentif dalam bentuk feed in tariff atau penjualan surplus listrik ke PLN dengan harga lebih tinggi. "Semakin menarik tarif pembeliannya banyak produsen yang kembangkan PLTS," ujar Bhima.

Keempat, dukungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBM) dibutuhkan melalui penugasan ke PLN hingga pengalihan subsidi energi batu bara ke PLTS.

Dalam kesempatan terpisah, pengamat energi terbarukan, Surya Darma, mengatakan swasembada energi harus dimaknai dengan upaya pengurangan impor energi yang selama ini sangat banyak membebani anggaran negara sehingga mengurangi kemampuan meningkatkan kemakmuran rakyat. Selama ini, impor yang paling banyak adalah impor migas (minyak dan gas bumi).

"Pengurangan impor itu berarti transformasi penggunaan energi yang lebih banyak tersedia di dalam negeri yaitu energi terbarukan," papar Surya.

Pada zaman Orde Baru, terang dia, swasembada energi dan pangan sempat berjalan dan bertahap cukup lama sehingga meningkatkan kemampuan devisa dari ekspor migas. Karena itu, kini saatnya, pemerintah memacu transisi energi menuju penggunaan dominan energi terbarukan.

"Salah satu yang mudah dalam membangun energi terbarukan adalah PLTS yang potensinya terbesar, di antara potensi ET, dengan kapasitas lebih dari 3.000 gigawatt (GW). Hanya saja tantangan teknologi harus diatasi juga karena sifat intermitensinya," ucap Surya Darma.

Butuh Dikawal

Dia menjelaskan konsep swasembada energi perlu didukung dan dikawal agar pelaksanaannya sesuai harapan. Diakuinya, dalam Asta Cita Prabowo, swasembada energi merupakan misi kedua dari yang diharapkan menjadi fokus pelaksanaannya.

Menurut Surya Darma, swasembada itu banyak bergantung pada green economy yang harus mengutamakan energi terbarukan dan menjaga lingkungan untuk keberlangsungan (sustainability). "Karena itu, perlu kita kawal bersama agar para menteri yang akan menjalankan kebijaksanaan sektornya betul-betul sejalan dengan harapan Presiden," tegas Surya Darma.

Revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang selama ini sudah dibahas dan diharapkan akan menunjang ekonomi hijau dengan memanfaatkan energi terbarukan harus direalisasikan agar target NZE Indonesia bisa terwujud.

"Pidato Prabowo sangat inklusif. Untuk mendukung hal ini tentu saja regulasi yang dianggap tidak memberikan daya tarik investasi energi terbarukan perlu didorong untuk diselesaikan segera oleh pemerintah dan DPR yang baru. Hal ini menjadi penting untuk menarik investasi bagi pemerintah yang makin memiliki kemampuan APBN yang sangat terbatas," ujar Surya Darma.

Baca Juga: