Pemda perlu mengakomodir program-program yang distimulus oleh pemerintah pusat agar dampaknya nyata di daerah.

JAKARTA - Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, pemerintah diminta untuk mendorong aktivitas bisnis, terutama di tiga wilayah luar Jawa yang secara regional mencatatkan pertunbuhan ekonomi pada 2023 lalu di atas 5 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi secara nasional yaitu 5,05 persen.

Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menyatakan keberhasilan tiga wilayah itu melampui pertumbuhan ekonomi nasional karena masih banyak ditopang stimulus yang digelontorkan pemerintah.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS), pada Senin (5/2), mencatat kelompok Provinsi Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan ekonomi tahunan secara kumulatif tertinggi pada 2023, yakni sebesar 6,94 persen.

Dua kelompok provinsi lain di luar Jawa yang mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen adalah Sulawesi 6,37 persen dan Kalimantan 5,43 persen. Sementara itu, wilayah Jawa mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,96 persen, Sumatera 4,69 persen, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara 4 persen.

"Kegiatan ekonomi yang distimulus oleh program pemerintah ini perlu didorong agar mampu menarik aktivitas bisnis dan dunia usaha, sehingga tidak terus mengandalkan stimulus pemerintah," kata Riefky kepada Antara di Jakarta, Selasa (6/2).

Aktivitas bisnis yang perlu ditingkatkan, antara lain di sektor perdagangan, transportasi, perbankan, serta informasi dan komunikasi.

Menurutnya, pemerintah tidak perlu melakukan intervensi baru untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi karena aktivitas bisnis dapat ditingkatkan melalui program-program yang telah dikembangkan selama ini, misalnya program hilirisasi dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

"Semua aktivitas bisnis ini perlu terus tumbuh. Bagaimana cara menumbuhkannya? Ini memang bukan dari intervensi pemerintah, tapi dari program-program yang pemerintah sudah bangun," kata Riefky.

Untuk mewujudkan pertumbuhan tersebut, pemerintah pusat juga harus berkolaborasi dengan pemerintah daerah (pemda). Pemda perlu mengakomodir agar program-program yang distimulus oleh pemerintah pusat tersebut dapat berdampak nyata di daerah mereka masing-masing.

"Ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan aktivitas ekonomi di daerah tersebut yang secara natural akan mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi lain," kata Riefky.

Diminta pada kesempatan terpisah, ekonom Celios, Nailul Huda mengatakan stimulus pemerintah memang sifatnya temporer bukan permanen. Oleh sebab itu, stimulus tersebut harus bisa tepat guna dan memberikan multiplier yang cukup besar bagi ekonomi.

"Bagi daerah yang dirasa sudah bisa dilepas tanpa stimulus ekonomi maka perlu untuk mengurangi stimulusnya. Nanti stimulus bisa fokus lagi ke daerah lain yang memang butuh stimulus pemerintah," kata Huda.

Kondisi itu sama dengan sektoral ekonomi di mana beberapa sektor perlu diberikan stimulus, seperti insentif, namun sifatnya temporer.

"Setelah bisa mendorong sektoral dan daerahnya, stimulus pemerintah didorong dari sisi konsumsi masyarakat," jelasnya.

Stabilitas Harga

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, yang diminta pendapatnya, mengatakan untuk menjaga momentum pertumbuhan, hal utama yang harus dijaga pemerintah adalah menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga bahan pokok agar tingkat konsumsi masyarakat tetap berjalan.

"Pertama yang harus dijaga adalah ketersediaan bahan pokok. Karena kalau hanya harganya terjangkau tapi barang tidak ada, percuma. Maka suplai dan daya beli harus dijaga supaya inflasi terkendali," kata Leo.

Selain itu, perlu menjaga harga bahan bakar minyak sebagai komponen pembentuk harga utama. Karena hal ini ini akan menjadi masalah kalau bukan masa panen, tapi harga bahan pokok naik, pada akhirnya komoditas yang akan diantar ke konsumen terpicu oleh kekurangan produksi dan harga transportasi akan naik.

"Industri sendiri juga tidak bisa lepas dari kebutuhan energi. Dengan tren harga energi yang semakin mahal, kalau ini naik maka akan membatasi daya saing industri kita, terutama yang berorientasi ekspor," tutup Leo.

Baca Juga: