» Gejolak ini jika tidak dicegah dapat berujung pada resesi ekonomi.
» Deflasi berisiko besar bagi sektor riil karena produsen mengurangi produksi dan pada akhirnya memicu gelombang PHK.
JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk tidak menyepelekan fenomena penurunan harga barang dan jasa (deflasi) selama lima bulan berturut-turut. Pemerintah bahkan diminta mendorong peningkatan pendapatan masyarakat dengan memacu penyerapan belanja negara agar berdampak ganda (multiplier effect) pada perekonomian nasional.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, dalam keterangannya di Jakarta baru-baru ini mengatakan deflasi lima bulan berturut-turut menunjukkan adanya indikasi tren penurunan daya beli masyarakat terutama kelompok kelas menengah. Hal itu mengacu pada meningkatnya jumlah tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 2022 hingga Agustus 2024 serta tren penurunan rasio disposible income terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dalam 10 tahun terakhir.
Oleh sebab itu diperlukan intervensi kebijakan yang menopang daya beli masyarakat, salah satunya peningkatan pendapatan masyarakat. Pemerintah juga perlu menjaga stabilitas harga, baik harga komponen bergejolak (volatile food) maupun harga diatur pemerintah atau administered price. "Pemerintah perlu menjaga stabilitas harga sehingga tidak memberikan tekanan kepada masyarakat mengingat pendapatan riil masyarakat yang cenderung menurun," kata Josua.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira, yang diminta pendapatnya, mengatakan deflasi saat ini patut dipahami sebagai indikasi melemahnya sisi permintaan secara berturut turut. Bagi negara berkembang dan sedang berada pada fase bonus demografi, kondisi deflasi beruntun adalah sebuah anomali. "Penduduk usia produktifnya kan besar, tetapi sisi permintaan lemah. Ada apa? Jadi, deflasi ini bukan kesuksesan dalam mengendalikan inflasi dari sisi pasokan, melainkan tanda masyarakat sedang menahan belanja," tegas Bhima. Bahkan, bukan lagi menahan belanja, tetapi uang yang mau dibelanjakan masyarakat sudah berkurang porsinya. Kelas menengah rentan sulit cari pekerjaan.
Sementara kelas menengah atas menahan belanja karena khawatir situasi ekonomi memburuk. "Jika deflasi berlanjut maka pelaku usaha khususnya industri makanan minuman, tekstil pakaian jadi, alas kaki hingga pelaku usaha properti akan revisi rencana bisnisnya," kata Bhima. Saat ini dengan Purchasing Managers' Indeks (PMI) manufaktur tetap di bawah angka 50 menandakan perusahaan menurunkan pembelian bahan baku. "Gejolak ini jika tidak dicegah dapat berujung pada resesi ekonomi," tandasnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya, YB. Suhartoko, mengatakan kondisi deflasi saat ini dipersepsikan terjadinya pelemahan daya beli atau turunnya permintaan masyarakat. "Jika masyarakat menunda pengeluarannya maka pemerintah perlu melakukan komunikasi yang lebih intensif dan transparan untuk sosialisasi kondisi ekonomi yang riil saat ini dan masa depan. "Komunikasi ini paling tidak bisa menjadi pendorong perubahan ekspektasi yang lebih positif," katanya. Jika deflasi disebabkan penurunan daya beli, maka solusinya adalah meningkatkan daya beli agregat dengan bantuan langsung berwujud barang bukan uang tunai agar dampak multipliernya lebih cepat dan besar.
Kebijakan Komprehensif
Direktur Narasi Institut, Achmad Nur Hidayat, menegaskan bahwa pemerintah perlu merespons dengan kebijakan yang lebih komprehensif, tidak hanya fokus pada stabilitas harga, tetapi juga pada peningkatan pendapatan riil masyarakat.
"Deflasi membawa risiko yang besar bagi sektor riil karena menyebabkan produsen mengurangi produksi, yang akhirnya memicu pengurangan tenaga kerja dan penurunan pendapatan rumah tangga," kata Achmad.
Menurutnya, dampak deflasi tidak hanya dirasakan oleh produsen, tetapi juga usaha kecil dan menengah (UKM), yang sering kali tidak memiliki daya tahan yang cukup untuk menghadapi perubahan drastis dalam harga. Ia pun menyarankan pemerintah untuk segera mengimplementasikan kebijakan fiskal yang dapat memperkuat daya beli masyarakat. "Deflasi tidak bisa diatasi dengan anjuran untuk berbelanja, tetapi dengan memperkuat daya beli masyarakat secara riil," kata Achmad.