» Kalau pemimpin saat ini tidak mengembangkan ketiga dasar pengembangan manusia di bidang pangan, energi, dan teknologi maka kita ke depan akan semakin tertinggal.

» Reformasi kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah utama dan pertama dengan landasan kepastian hukum didampingi dengan pembangunan infrastruktur negara.

JAKARTA - Pemerintah dalam menggalakkan pembangunan diminta untuk fokus pada program prioritas yang dibutuhkan saat ini, namun tetap menjadi fondasi untuk memenuhi kebutuhan bangsa di masa mendatang.

Selain membangun infrastruktur dasar yang sudah tertinggal, pemerintah juga harus berjuang untuk mengembangkan pangan, energi, dan teknologi untuk kemajuan bangsa ke depan.

Pemerhati masalah korupsi, Felisianus Novandri, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Minggu (13/8), mengatakan penguasaan atas pangan, energi, dan teknologi adalah kunci satu bangsa menjadi negara maju dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

"Untuk mengembangkan pangan, energi, dan teknologi itu tidak cukup dengan niat dan retorika semata dari para pejabat, tetapi harus dikerjakan mulai dari kebijakan yang mengarah pada pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang andal dan ditopang sarana dan prasarana yang memadai," kata Felisianus.

Reformasi atas kualitas SDM Indonesia atau revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan hal utama yang disertai dengan kepastian hukum serta ditopang pembangunan infrastruktur negara sebagai solusi untuk meraih kemajuan di masa mendatang.

"Kalau pemimpin saat ini tidak mengembangkan ketiga dasar pengembangan manusia di bidang pangan, energi, dan teknologi, maka kita ke depan akan semakin tertinggal. Untuk mengejar ketertinggalan itu akan butuh waktu berabad-abad. Jakarta dan Papua misalnya, perkembangannya sangat berbeda jauh. Ketertinggalan Papua dari Jakarta ibarat Indonesia yang tertinggal dibanding negara maju," katanya.

Ia pun menyayangkan para pejabat yang hanya menghitung bonus demografi (penduduk usia produktif) melulu. Padahal, cara berpikir pemimpin seperti itu hanya memperhitungkan konsumerisme yang tidak akan bisa bertahan lama.

"Bonus demografi akan habis, begitu juga sumber daya alam. Kalau bergantung ke sana maka yang tersisa hanya rakyat miskin, karena penduduknya banyak, sementara ketersediaan pangan dan energi kian terbatas serta tidak menguasai teknologi," paparnya.

Indonesia, katanya, harus belajar pada Singapura. Meskipun penduduknya sedikit, tapi karena berkualitas dan terus mengembangkan teknologi seperti menggunakan brainware, Gross Domestic Product (GDP) per kapitanya tinggi. Penguasaan teknologi itulah yang menyebabkan penduduk Singapura berinvestasi di mana-mana termasuk di Indonesia, dan dari hasil investasi mereka dikembalikan ke negaranya.

Kalau di negara-negara maju sudah sampai pada era robotik dengan memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), maka terlalu dini Indonesia kalau sudah berpikir ke arah sana, sementara teknologi dasar belum dikuasai. Penguasaan teknologi bukan hanya hardware (perangkat keras), tetapi juga harus dengan software (perangkat lunak) dan sistem yang merupakan satu kesatuan.

Harus Seimbang

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, kepada Koran Jakarta, Minggu (13/8), mengatakan pembangunan secara fisik harus seimbang dengan peningkatan kualitas SDM. Jangan sampai, anggaran banyak dimanfaatkan untuk membangun yang sifatnya fisik, tapi SDM-nya tetap tertinggal.

"Jika demikian, yang ada kita mewariskan utang ke anak cucu, sementara bangunan fisik satu saat akan tinggal jadi sejarah," kata Hardjuno.

Satu bangsa kalau mau maju dan mampu bertahan berabad-abad kemudian, tetap akan butuh pangan, energi, dan teknologi. Kalau ketiganya tidak dibangun maka akan selalu terbelakang.

"Investasi Indonesia di teknologi hanya 0,15 persen dari GDP. Padahal negara maju bisa 2-3 persen," katanya.

Hardjuno mengingatkan, VOC yang membangun Ibu Kota Jakarta dengan megah di eranya, sampai hari ini, orang mengingat mereka hanya sebagai penjajah yang lalim. Kalau tidak membangun manusia Indonesia, jangan harap pemimpin Indonesia akan dikenang di masa depan.

Selain VOC, sejarah juga menunjukkan kalau orang tidak peduli siapa yang membangun Tembok China, Piramida di Mesir, dan Machu Pichu peninggalan Inca di Peru, serta Angkor Wat, kota megah yang dibangun di Kamboja. "Semuanya tinggal nama dan negaranya tidak maju saat ini, karena pemerintahnya saat itu hanya membangun fisik, tapi rakyatnya, manusianya, tidak dibangun.

"Reformasi kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah utama dan pertama dengan landasan kepastian hukum didampingi dengan pembangunan infrastruktur negara, agar NKRI tidak semakin tertinggal di dunia yang sudah menuju ke era artificial intelligence," kata Hardjuno.

Baca Juga: