Perlu langkah-langkah antisipatif dan penguatan cadangan fiskal agar mampu menjaga ekonomi nasional.

JAKARTA - Pemerintah perlu mengencangkan ikat pinggang akibat meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran di kawasan Timur Tengah. Karena itu, penyusunan belanja prioritas harus dilakukan di samping menjaga inflasi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi, meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja prioritas.

"Tentunya cadangan fiskal kita harus diperkuat, kemudian penjajakan-penjajakan untuk antisipasi dampak internasional juga harus dilakukan," tegasnya dikutip dari laman resmi DPR RI, Rabu (24/4).

Kedua, lanjut Fathan, dengan menjaga inflasi, menjaga daya beli, dan juga kita melakukan langkah-langkah pengetatan ikat pingganglah dan belanja-belanja yang tidak prioritas harus kita tahan dulu sambil menunggu situasi yang membaik.

Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu menegaskan bahwa pemerintah dan stakeholder lain harus secara serius menyusun langkah-langkah antisipatif. Hal itu lantaran situasi yang tidak terprediksi. Di sisi lain, ia pun berharap PBB bisa segera beraksi untuk mencegah keadaan yang lebih buruk di wilayah jazirah arab tersebut.

"Kita tidak tahu sampai kapan ketegangan antara Iran dan Israel berlanjut. Kalau misalnya Agustus atau September (ketegangan tidak berakhir) maka kita akan mengalami situasi yang sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Bank Indonesia, Menteri Keuangan, OJK dan seluruh stakeholder harus segera (menyusun) langkah-langkah yang cukup serius untuk mengatasi pelemahan Rupiah ini," lanjutnya.

"Kalau misalnya Agustus atau September (ketegangan tidak berakhir) maka kita akan mengalami situasi yang sangat mengkhawatirkan," katanya lagi.

Pada kesempatan tersebut, Fathan juga menyampaikan bahwa laporan Menteri Keuangan menunjukan sektor pemasukan masih dinilai stabil. Meskipun begitu, ia berharap adanya peningkatan harga beberapa komoditas unggulan.

"Sektor ekonomi, pemasukan laporan dari Menteri Keuangan masih bagus, stabil, tetapi kita juga berharap ada komoditas-komoditas yang naik karena selalu kita ada anugerah yang kita punyai yaitu sumber daya alam yang kuat," lanjutnya.

"Oleh karena itu, kita berharap bauran kebijakan dan langkah-langkah antisipatif dan penguatan cadangan fiskal mampu menyelamatkan dan menjaga ekonomi nasional," tutupnya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen untuk memperkuat stabilitas nilai tukar dan mencegah pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan global.

Kendalikan Inflasi

Dihubungi terpisah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan yang perlu dilakukan adalah menjaga peningkatan inflasi Indonesia, baik dari sisi inflasi moneter dan atau riil.

Keseimbangan likuiditas perbankan dan pasar keuangan perlu dijaga untuk tidak menimbulkan dampak inflatoir. Volatilitas harga pangan harus terkendali. Demikian juga harga yang diatur pemerintah," tegasnya.

Dalam jangka pendek, ini tidak ada dorongan inflasi sisi permintaan, namun paling tidak harus ada antisipasi gagal pangan. "Jika ini terjaga maka ekspektasi pelemahan rupiah paling tidak bisa dipengaruhi," pungkas Suhartoko.

Tercatat inflasi inti BI pada April 2024 sebesar 1,77 persen (yoy) dan inflasi administered prices (AP) menurun menjadi 1,39 persen (yoy). Sementara itu, inflasi volatile food (VF) atau komoditi pangan yang bergejolak meningkat menjadi 10,33 persen (yoy) dari 8,47 persen pada bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh faktor musiman periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pergeseran musim tanam akibat dampak El Nino.

Baca Juga: