JAKARTA - Pemerintah mendorong transisi energi di daerah-daerah pinggiran lebih memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terutama untuk pulau-pulau kecil di kawasan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Ketua Sekretariat Gabungan Bidang Sherpa Track dan Finance Track G20, Susiwijono Moegiarso, mengatakan Labuan Bajo adalah salah satu lokasi yang didorong untuk menjadi tempat penyelenggaraan berbagai acara Presidensi G20.
Menurut Susiwijono, kehadiran listrik tenaga surya di pulau terpencil bukan hanya menunjukkan komitmen untuk penggunaan sumber listrik ramah lingkungan, tetapi juga dimanfaatkan masyarakat di wilayah terisolir dalam menopang kehidupan mereka.
PLTS, katanya, mampu mendorong produktivitas dan perekonomian masyarakat setempat, di antaranya usaha es batu, pertukangan dengan skap listrik, isi ulang air galon, dan usaha penyimpanan hasil penangkapan ikan dengan alat pendingin (cold storage). "Ini contoh nyata yang sangat bagus untuk kami tunjukkan di forum acara Presidensi G20 di Labuan Bajo," kata Susiwijono.
PLN sendiri, katanya, berkomitmen memasok listrik ramah lingkungan untuk mendukung kegiatan Presidensi G20 Indonesia 2022. Bukan hanya untuk penyelenggaraan rangkaian acara pertemuan G20, tetapi juga sebagai show case pendukung pertemuan utama, guna menunjukkan kepada dunia bahwa listrik ramah lingkungan telah hadir di pulau-pulau kecil dalam menopang kehidupan masyarakat terpencil.
Perseroan memanfaatkan PLTS di pulau-pulau kecil di kawasan sekitar Labuan Bajo, seperti PLTS di Pulau Messah dan PLTS di Pulau Papagarang. Dulu, masyarakat di dua pulau itu mengandalkan genset untuk penyediaan listrik dengan patungan membayar sewa 10 ribu rupiah per hari yang disalurkan melalui jaringan kabel dari rumah ke rumah.
"Kini, seluruh rumah tangga telah menikmati layanan listrik dari PLTS yang menjadi penopang kehidupan perekonomian masyarakat," jelas Susiwijono.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT, Agustinus Jatmiko, mengatakan saat ini bauran energi baru terbarukan (EBT) di Flores sudah mencapai 15,24 persen yang dipasok dari sumber energi panas bumi, hidro, dan surya.
Sesuai Karakteristik
Peneliti Energi, Ferdi Hasiman, mengatakan Nusa Tenggara sangat cocok untuk menggunakan energi surya karena karakteristik wilayahnya yang kering dengan penyinaran matahari yang lebih lama dibanding daerah lain.
"PLTS sangat cocok karena tidak mahal dan diproduksi oleh alam sendiri. Ini mendorong ekonomi masyarakat sekaligus menciptakan lingkungan yang bersih," tutup Ferdi.