JAKARTA - Serikat Petani Indonesia (SPI) tetap konsisten menolak rencana impor beras karena dinilai hanya akan merusak psikologi pasar dan pada akhirnya saat panen, harga di tingkat petani akan jatuh. Rencana impor tujuannya untuk menggembosi harga gabah di tingkat petani agar turun sesuai kemauan pemerintah.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi, Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan rencana impor tambahan 1,6 juta ton beras seperti yang disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sangat mengganggu psikologi pasar, terlebih dalam waktu dekat akan ada panen raya.

"Rencana impor hanya mengganggu persiapan panen," tegas Qomar.

Seperti yang sudah disampaikan, setelah ada informasi akan impor, maka harga pasti turun menyesuaikan harga impor. Kemudian, harga gabah juga ikutan turun dan pengalaman-pengalaman di masa lalu, turunnya harga bisa sampai di bawah biaya produksi.

Dalam pandangan SPI, terang Qomar, harus ada evaluasi penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) oleh Bapanas.

"Itu harus memperhatikan biaya produksi dan memastikan keuntungan petani. Ini akan memudahkan pemerintah untuk menyerap hasil panen dan mengamankan stok cadangan beras pemerintah," tandas Qomar.

Cegah Kekurangan Beras

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo, menyatakan tambahan impor beras sebanyak 1,6 juta ton bertujuan untuk mencegah risiko kekurangan beras.

"Kenapa 1,6 juta (ton) tambahan, ini yang namanya early warning system. Jangan sudah kejadian (beras langka), kita enggak punya stok atau baru nyari-nyari. Nanti harga beras yang di dunia itu angkanya akan tinggi," kata Arief di Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2).

Arief menyampaikan pemerintah harus memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) untuk mencegah kelangkaan, baik yang disebabkan oleh ancaman cuaca maupun produksi dalam negeri yang terganggu oleh hama.

Arief menyebut antisipasi kelangkaan beras tidak bisa dilakukan secara mendadak, karena membutuhkan persiapan hingga tiga bulan ke depan. Oleh karena itu, rencana impor beras menjadi langkah mitigasi untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang mencapai 2,5 juta ton per bulan.

Namun demikian, importasi beras tidak akan merugikan produksi lokal. Menurut Arief, beras yang didatangkan dari luar negeri telah disesuaikan dengan jumlah kekurangan antara produksi dan konsumsi nasional.

Bapanas juga telah berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait dengan prediksi cuaca karena berhubungan langsung dengan musim panen raya.

"Importasi yang dilakukan pemerintah adalah importasi yang terukur sehingga kita juga harus jaga di tingkat petani dengan baik ya, hulu dan hilir," katanya.

Baca Juga: