JAKARTA-Perwakilan petani tembakau dan cengkeh dari setiap sentra produksi meminta pemerintah memperhatikan keberlanjutan nasibnya melalui aturan. Sebab, mereka memiliki peranan strategis di sektor hulu industri pertembakauan.
K. Muhdi, Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menekankan bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa saat ini optimisme jutaan petani bersiap memasuki masa panen tembakau tengah meningkat.
Menurutnya, yang menjadi urgensi kebutuhan petani saat ini adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas petani tembakau seperti pendampingan atau pelatihan pertanian, bantuan pupuk karena subsidi saat ini sudah dicabut, alat-alat yang mendukung mekanisasi pertanian hingga pengaturan proses tata niaga agar berpihak pada kesejahteraan petani.
"Dukungan ini yang sangat kami butuhkan agar terus dapat bertumbuh, berdaya saing dan sejahtera. Pemerintah harusnya dapat melindungi harapan dan mata pencaharian petani dengan regulasi yang adil dan berimbang sehingga dapat menjadi payung pelindung bagi komoditas tembakau dan eksosistemnya. Bukan sebaliknya, melahirkan peraturan seperti PP No 28 Tahun 2024 yang bisa mematikan ladang penghidupan kami, apalagi disebut-sebut ancaman peraturan turunan PP Kesehatan ini akan segera disahkan,"ujar Muhdi saat konferensi pers Hulu Ekosistem Pertembakauan Menyuarakan Penolakan terhadap Pasal-pasal Pertembakauan PP Kesehatan di Jakarta, Senin (26/8).
Yang ditolak Muhdi ialah implementasi pasal-pasal pertembakauan di Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksana UU Kesehatan No 17 Tahun 2023. Adapun petani tembakau dan cengkeh memiliki peran strategis di dalam perekonomian Indonesia, ada 2, 5 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh yang terkena imbas dari tekanan peraturan ini.
Untuk diketahui, saat ini di Indonesia ada 14 sentra pertembakauan dengan lebih dari 100 jenis tembakau. Sekitar 70% dari 200 ribu ton tembakau yang diproduksi oleh petani tembakau di Indonesia diserap oleh industri hasil tembakau (IHT). Dan, 99,96% dari total luas lahan sentra tembakau nasional, merupakan perkebunan rakyat.
Dahlan Sahid, Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) menyebabkan bahwa 97% produktivitas petani cengkeh diserap utuh oleh industri rokok kretek. Cengkeh merupakan dwi tunggal sebagai bahan baku utama rokok kretek. Oleh karena itu, petani cengkeh sangat bergantung pada keberlangsungan IHT.
"Cengkeh merupakan salah satu subs-sistem dari ekosistem pertembakauan tanah air. Bersama dengan 2,5 juta petani tembakau, petani cengkeh berada di hulu, disusul oleh sekitar 600 ribu pekerja pabrik, pedagang dan UMKM. IHT adalah lokomotif yang menyerap komoditas bahan baku, tenaga kerja dan pedagang," jelas Dahlan.
Lanjutnya, gangguan terhadap IHT akan berakibat turunnya produksi rokok dan berujung pada petani cengkeh karena akan mengurangi serapan industri yang tentunya akan berakibat pada turunnya harga cengkeh.
I Ketut Budhyman, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) memaparkan bahwa beleid ini memukul ekosistem pertembakauan di tengah optimisme petani. PP Kesehatan yang baru saja disahkan akan mematikan seluruh petani tembakau dan cengkeh karena pengetatan berbagai aturan di sisi hilir. Padahal para petani tembakau di Madura,Tulungagung, Temanggung, sedang optimistis karena hasil panennya bagus.
Namun, keberadaan peraturan ini membuat jutaan petani khawatir terhadap keberlangsungan mata pencaharian mereka. Melihat pengalaman pada tahun 2023, petani tembakau dan petani cengkeh memiliki harapan tinggi dan berada pada situasi optimis karena berhasil menjual hasil panennya dengan kualitas dan harga baik.