» Rencana impor beras tahun ini yang dibatalkan sebagai bukti kalau itu untuk kepentingan pihak tertentu yang mencari keuntungan.

» Kalau kebijakan konsisten dan jelas target dari tahun ke tahun, pasti kita bisa swasembada.

JAKARTA - Keberhasilan Indonesia tidak mengimpor beras pada tahun ini diapresiasi banyak kalangan yang prihatin dengan kondisi sektor pertanian nasional. Pencapaian tersebut harus dipertahankan dan berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Langkah serupa diharapkan bisa merambah ke komoditas lainnya yang selama ini banyak diimpor, seperti gula, garam, jagung, kedelai, gandum, hingga daging.

Dengan demikian, secara bertahap Indonesia mulai mengurangi kebergantungan pada impor pangan dan memacu produktivitas dalam negeri, sehingga pendapatan petani pun mulai merangkak.

Terbukti tanpa impor beras tahun ini, Nilai Tukar Petani (NTP) sedikit membaik meskipun belum ideal di level 120.

Pengamat Pertanian, Said Abdullah, mengatakan pemerintah harus serius menutup keran impor bukan karena desakan, tapi betul-betul mengacu pada data produksi riil yang mencukupi kebutuhan dalam negeri.

"Patut diapresiasi, tapi tahun ini kan impor tidak jadi karena kita teriak-teriak menolak dan mengingatkan. Kalau nggak ada yang teriak, mungkin impor jalan terus," tegas Said.

Belajar dari kasus sebelumnya, masyarakat makin paham kalau impor pangan itu kerap kali tidak berkorelasi dengan kapasitas produksi, tetapi lebih kental kepentingan ekonomi politik.

"Rencana impor beras tahun ini jadi bukti kalau itu murni untuk kepentingan pihak tertentu yang mencari keuntungan. Sebab tanpa impor, nyatanya stok cadangan beras nasional cukup," kata Said.

Dia pun berharap Presiden Joko Widodo tetap konsisten memprioritaskan kesejahteraan petani, ketimbang kelompok-kelompok kepentingan yang ada di sekitarnya termasuk para jajaran menterinya dengan latar belakang partai politik.

Untuk menekan impor, Said mengatakan tidak cukup dengan memperkuat produksi, tetapi juga pengawasan dan pencegahan kepentingan para pemburu rente yang senang menari di atas kehancuran para petani.

Sementara itu, Penasihat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social (IHCS), Gunawan, mengatakan kebutuhan pangan akan terpenuhi tanpa impor jika jaminan luas lahan pertanian bagi petani dapat direalisasikan.

"Pembentukan Badan Pangan Nasional sangat relevan dalam rangka akuntabilitas produk impor, koordinasi jaminan luas lahan pertanian bagi petani, dan penguatan kecukupan produksi pangan dalam negeri dan kecukupan cadangan pangan nasional," katanya.

Bukti Kerja Keras

Dewan Penasihat Institute Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, mengatakan keberhasilan Indonesia tidak mengimpor beras tahun ini sebagai bukti kerja keras petani selama pandemi yang makin produktif.

"Petani kembali menunjukkan kontribusi positif bagi bangsa dan negara," kata Yakub.

Dia pun berharap Bulog lebih meningkatkan perannya menyerap produksi gabah petani yang bisa disimpan di gudang mereka sebagai cadangan.

"Kalau Bulog membeli gabah ke petani maka dananya akan diterima langsung petani, sedangkan kalau membeli beras maka yang menerima para tengkulak," katanya.

Di sisi lain, dengan membeli gabah maka yang disimpan adalah gabah. Ketika ada permintaan, baru digiling, sehingga kualitas beras Bulog tetap bagus. Bukan seperti sekarang yang disimpan beras sehingga saat dilepas kualitasnya turun.

"Kalau kebijakan konsisten dan jelas target dari tahun ke tahun, pasti kita bisa swasembada," tandas Yakub.

Secara terpisah, Ketua Pusat Studi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PS2EKP) Universitas Trunojoyo, Bangkalan, Madura, Ihsannudin, mengatakan hingga Desember 2021 diperkirakan ada kenaikan luas panen padi sekitar 5,8 persen. Kabar itu sangat menggembirakan, namun pada sisi lain perlu ada terobosan baru terkait dukungan input pupuk subsidi yang dalam APBN 2022 yang turun menjadi 207 triliun rupiah dari awalnya 248,6 triliun rupiah.

"Pengawasan mulai dari pengusulan hingga proses distribusi harus benar tepat sasaran. Tidak kalah penting, insentif output berupa kestabilan harga yang menguntungkan bagi petani," pungkas Ihsannudin.

Baca Juga: