JAKARTA - Pemerintah diminta mengantisipasi kenaikan inflasi pada tahun ini dengan mengelola dampak psikologis pasar sehingga tidak terjadi kepanikan (panic buying) yang berpotensi makin memicu lonjakan harga.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan langkah pemerintah dalam beberapa tahun sebelumnya harus diakui berhasil menjaga inflasi di level 3-4 persen. Kalau tiba-tiba pada tahun ini naik hingga 5,5 sampai 6 persen, tentu saja akan mengakibatkan dampak psikologi yang cukup berat.

"Jagung naik, gandum naik, nanti kan peternak terdampak. Telur, daging ayam, nah soal-soal seperti ini jangan sampai jadi gejolak, tidak ada demo peternak. Pemerintah harus mengelola itu," kata Susilo.

Dampak psikologis bahwa pemerintah dan BI telah gagal mengelola inflasi akan berakibat pada keputusan-keputusan buruk di pasar sehingga akan makin memperparah dampak.

"Kita tahu ada faktor ekternal, nah itu bagaimana rantai pasok internasionalnya bisa diatasi oleh negara. Nah, di internal ya faktor psikologis yang paling penting, dan menjaga harga energi tidak naik," kata Susilo.

Subsidi Energi

Ekonom dan Direktur Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah, dalam kesempatan terpisah memprediksi inflasi di Indonesia akan terjaga di kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen secara tahunan, dengan catatan pemerintah tidak menaikkan harga pertalite, gas 3 kg, dan listrik 900 VA.

"Kalau pemerintah menaikkan harga pertalite, gas 3 kg, dan listrik 900 VA, inflasi akan lebih tinggi di atas 6 persen," katanya kepada Antara, di Jakarta, Senin (18/7).

Menurutnya, pemerintah sejauh ini sudah berupaya menjaga inflasi dengan mempertahankan subsidi untuk komoditas energi yang harganya sudah naik di tingkat global, meskipun kebijakan tersebut meningkatkan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Bank Indonesia juga menahan inflasi dengan melakukan pengetatan likuiditas yaitu dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM), walaupun masih menahan suku bunga acuan," katanya.

Bank sentral, katanya, diperkirakan akan segera menaikkan suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate ketika inflasi sudah melonjak naik.

"Kalau melihat stannya BI sekarang ini saya perkirakan maksimal 50 basis poin (bps) sampai akhir tahun 2022," kata Piter.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Juni 2022 mencapai 4,35 persen secara tahunan dengan inflasi inti sebesar 2,63 persen.

Sementara secara bulanan inflasi pada Juni 2022 mencapai 0,61 persen dengan komoditas penyumbang utama, yaitu cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam ras.

Jika inflasi bulanan dilihat berdasarkan komponen, harga bergejolak menjadi penyumbang terbesar inflasi, dengan andil 0,44 persen secara bulanan karena kenaikan harga cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah.

Baca Juga: