JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk mempercepat transisi penggunaan energi bersih. Hal ini harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil di tengah peningkatan harga komoditas.

"Indonesia lebih baik bertransisi ke energi bersih. Selain itu bagus untuk climate change, banyak hal yang Indonesia setujui dalam konsesi. Itu juga bagus untuk mengurangi volatilitas dalam ekonomi," kata Chief Economist PT Danareksa (Persero), Rima Prama Artha, dalam Sharing Season Research & Innovation Initiative BUMN yang dilaksanakan secara daring, Kamis (21/4).

Indonesia saat ini telah memiliki sejumlah kebijakan terkait transisi energi seperti National Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi sesuai dengan Paris Agreement. Kemudian, gran strategi energi nasional untuk membangun infrastruktur energi nasional guna menjamin ketersediaan energi, kualitas yang baik, harga terjangkau dan ramah lingkungan.

"Ada juga kebijakan mobil listrik, Bappenas juga punya LCD (Low Carbon Development) ada banyak, namun tinggal perlu dijaga ketika menghadapi krisis energi dan inflasi yang tinggi, alokasi dananya masih ada tidak untuk investasi ke arah sana," ucapnya.

Konsumsi Energi

Rima menyampaikan Kementerian ESDM telah mengelompokkan konsumsi energi per jenis dan per sektor karena beberapa sektor menggunakan energi yang lebih besar. Sehingga prioritas transisi energi sebaiknya diberikan kepada sektor yang menggunakan energi lebih besar.

Transisi penggunaan energi di sektor transportasi dapat dilakukan dengan elektrifikasi kendaraan yang didukung oleh SPKLU tenaga surya atau biofuel untuk kendaraan yang sulit dielektrifikasi.

Sedangkan transisi penggunaan energi bersih pada industri dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan listrik tenaga uap dan digantikan dengan penggunaan energi surya atau energi kinetik. Lebih lanjut, Rima menuturkan pemulihan ekonomi menuntut kebutuhan atau konsumsi energi yang lebih tinggi.

Survei Danareksa Research Institute pada Februari 2022, 82,87 persen masyarakat menggunakan listrik subsidi dan 95,71 persen masyarakat menggunakan gas 3 kg sumber energi utama. Tingginya penggunaan listrik dan gas subsidi memberikan beban yang besar pada APBN terutama jika harga bahan baku/komoditas energi meningkat.

"Namun, penggunaan BBM subsidi rendah di tengah tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Secara umum, masyarakat yang menggunakan BBM subsidi rendah sebesar 2,71 persen sejalan dengan semakin terbatasnya distribusi BBM subsidi," ucapnya.

Baca Juga: