Pemerintah diminta segera mengambil kebijakan untuk mengantisipasi tren penurunan NTP.

JAKARTA - Para produsen pangan meminta pemerintah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di tingkat petani untuk merespons penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada Februari lalu. Kondisi ini terjadi ketika sejumlah daerah memasuki masa panen raya yang diperkirakan berlangsung hingga April nanti.

Di sejumlah daerah, selisih harga gabah dengan biaya produksi sangat tipis. Kondisi ini menghilangkan kesempatan bagi petani mendapatkan keuntungan.

Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, menegaskan pemerintah harus segera mengambil kebijakan untuk mengantisipasi tren penurunan NTP tersebut. Dijelaskannya, masing-masing subsektor tentunya memiliki solusi berbeda-beda.

"Untuk tanaman pangan, khususnya padi, pemerintah perlu menaikkan HPP. Hal ini mengingat HPP untuk tanaman padi masih jauh sekali dari harga jual petani di lapangan. Dengan dinaikkannya HPP, ini dapat mengantisipasi kerugian di tingkat petani," tegasnya pada Koran Jakarta, Rabu (3/3).

Seperti diketahui, data terbaru Badan Pusat Statisitik (BPS) menunjukkan NTP pada Februari 2021 turun 0,15 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm) menjadi 103,10. Penurunan NTP ini dipengaruhi turunnya dua NTP subsektor, yakni tanaman pangan dan peternakan, masing-masing sebesar 0,84 persen dan 0,33 persen (mtm). Sementara itu, untuk subsektor hortikultura, terjadi kenaikan sebesar 1,83 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

"NTP Tanaman Pangan yang berada di bawah standar (99,21) menunjukkan menurunnya kesejahteraan tersebut," tukas dia.

Dijelaskannya, situasi saat ini memasuki puncak panen raya. Untuk tanaman padi, laporan anggota SPI di berbagai wilayah, harga gabah merosot. Di Tuban misalnya, harga gabah di kisaran 3.500-3.800 rupiah per kilogram (kg). "Selisihnya tipis sekali dibandingkan harga produksi yang justru mengalami kenaikan, sekitar 3.000 rupiah per kilonya. Begitu juga di beberapa wilayah lain, seperti di Banyuasin (Lampung), dan Yogyakarta, harganya tidak jauh berbeda," ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, berkomitmen menyerap gabah dengan harga jual menguntungkan petani. Lembaga penanggung jawab sektor pertanian itu akan menjadikan Komando Strategi Penggilingan Padi (kostraling) sebagai Bulog-Bulog kecil. Peran ini diperkuat selama musim panen raya ini.

Mentan juga meminta Perpadi (Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras) untuk membantu Kementan. "Kita kostraling-kan penggilingan- penggilingan padi skala kecil untuk menyerap gabah, menghasilkan beras berkualitas dan harga jual tingkat petani agar memperoleh keuntungan. Karena itu, saya minta kostraling menjadi Bulog-Bulog kecil," tegasnya.

Picu Deflasi

Selain tanaman pangan turun, NTP subsektor peternakan juga turun. BPS menyebutkan hal itu dipicu oleh penurunan harga daging ayam ras, daging, dan telur menyebabkan deflasi juga penurunan NTP peternakan.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengatakan berdasarkan data Pinsar Indonesia, perkembangan harga ayam hidup di tingkat peternak (farmgate) dalam lima tahun terakhir cenderung bergerak fluktuatif.

Rata-rata harga nasional sepanjang 2021 berkisar antara 19.100-19.450 rupiah per kg. Harga itu berada di batas bawah harga acuan Permendag Nomor 7 Tahun 2020, yaitu 19.000 rupiah per kg. Sementara itu, rata-rata harga eceran daging ayam ras pada Februari 2021 sebesar 33.300 rupiah per kg, turun 3,2 persen dibanding Januari 2021.

Baca Juga: