JAKARTA - Pemerintah didesak agar mulai mengurangi pinjaman yang sifatnya bantuan program karena kadang tidak terlalu efektif. Bahkan banyak program yang diajukan kreditor tidak sesuai dengan kebutuhan.

Desakan itu disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudisthira yang diminta pendapatnya di Jakarta, Minggu (13/6) mengenai persetujuan pinjaman Bank Dunia senilai 400 juta dollar Amerika Serikat (AS) untuk mendukung reformasi dalam rangka memperdalam, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat ketahanan sektor keuangan.

Menurut Bhima, pemerintah seharusnya justru mengajukan fasilitas penghapusan pokok pinjaman atau keringanan bunga pinjaman kepada kreditur seperti Bank Dunia.

"Indonesia kan beban bunga utangnya mahal ditargetkan 373 triliun rupiah tahun ini dan porsinya menyita 25 persen dari total penerimaan pajak. Sementara kebutuhan urgen untuk penanganan pandemi dan perlindungan sosial masih cukup besar," kata Bhima.

Apalagi, Indonesia juga kembali turun kelas dari negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country) karena pandemi. "Karena turun kelas, maka Indonesia bisa meminta komitmen ke kreditur untuk membuka renegosiasi utang negara yang alami tekanan keuangan karena Covid-19.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya) Bambang Budiarto mengatakan upaya menambah utang untuk mendanai pembangunan harus selektif.

"Pinjaman memiliki beberapa peruntukan, konsumsi, investasi, ataupun supporting untuk agenda nonekonomi dan lain-lain," kata Bambang.

Keyakinan pemerintah menggunakan fasilitas utang dalam bentuk bantuan program kemungkinan harus dibayar mahal ke depan. Sebab itu, pemanfaatan pinjaman idealnya adalah yang jelas-jelas memberikan jalan keluar secara terukur.

Sektor Keuangan

Direktur Eksekutif Bank Dunia diberitakan menyetujui pendanaan sebesar 400 juta dollar AS

Menurut lembaga tersebut, pandemi korona telah menyebabkan resesi di Indonesia, dengan dampak keuangan, fiskal, dan sosial yang berpotensi menjadi berkepanjangan. Sementara itu, kurang mendalamnya pasar keuangan Indonesia meningkatkan kerentanan terhadap guncangan dari luar.

Pendanaan baru tersebut klaim Bank Dunia dirancang untuk membantu Indonesia mengatasi kerentanan di sektor keuangan yang diperparah pandemi. Hal itu dilakukan melalui dukungan terhadap langkah-langkah seperti perluasan layanan keuangan kepada kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak terlayani.

Selain itu, pengurangan berbagai biaya layanan keuangan baik bagi perorangan maupun perusahaan, serta penguatan kapasitas sektor keuangan agar mampu bertahan saat terjadi guncangan, baik yang terkait keuangan maupun non-keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap pandemi korona membuat berbagai reformasi struktural dalam mengatasi kerentanan sektor keuangan harus segera dilakukan.

"Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memperkuat sektor keuangan karena perannya yang sangat penting dalam menjaga pertumbuhan Indonesia dan mengurangi kemiskinan, terutama selama tahap pemulihan Covid-19," kata Menkeu yang juga mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pekan lalu. n ers/SB/E-9

Baca Juga: