JAKARTA - Pemerintah dinilai belum serius memperkuat ketahanan pangan nasional. Upaya ke ranah itu masih sebatas wacana dan belum ada tindakan nyata untuk memperkuat produksi pangan dalam negeri. Ketahanan pangan yang diklaim pemerintah saat ini lebih ditekankan pada ketersediaan pangan yang dipenuhi dari impor, bukan produksi dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Sarikat Pengorganisasian Rakyat (SPR), Nining Erlina Fitri, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Jumat (1/7), mengatakan penekanan pada upaya memenuhi kebutuhan dengan produksi lokal itu baru pada tataran konsep, belum ada program nyata untuk mendiversifikasi dan memperkuat pangan lokal.

"Tidak ada penekanan pada kemandirian, produksi dalam negeri itu tidak ada. Lihat saja gandum impor, gula impor, bawang putih, cabai, semua produk pangan strategis kita impor semua," kata Nining.

Antisipasi terhadap krisis pangan global, menurut Nining, hanya bisa dikerjakan kalau pemerintah sungguh-sungguh membangun pertanian keluarga yang menjadi penopang utama pertanian nasional saat ini, bukan korporasi yang fokus pada impor.

Masalah utama pertanian keluarga Indonesia adalah lahan yang sempit rata-rata 0,3 hektare saja. Bahkan banyak buruh tani di perdesaan yang sama sekali tidak punya lahan.

Masalah selanjutnya adalah sarana prasarana pertanian di mana subsidi pupuk pada saat ini malah dicabut. Harga pupuk yang sebelumnya 300 ribu rupiah, kini melonjak sampai satu juta rupiah per sak.

"Belum lagi pestisida. Makanya, cabai sekarang melonjak tinggi karena sebelumnya mengandalkan impor dari India. Sekarang, kalau petani menanam pun harga saprotan tinggi sekali," kata Nining.

Langkah Strategis

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangannya usai rapat koordinasi terbatas tentang kebijakan pangan mengatakan pemerintah akan memperkuat ketahanan pangan nasional dan menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mengantisipasi krisis pangan global.

"Rapat kali ini merupakan tindak lanjut dari arahan Bapak Presiden terkait dengan ketersediaan pangan strategis, yang sampai bulan Juli ini relatif aman, baik dari sisi pasokan maupun stabilitas harga," kata Airlangga.

Rakortas dihadiri Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional, Kepala BNPB, Dirut Bulog, serta sejumlah pimpinan kementerian/lembaga. Rapat membahas kondisi terkini terkait dengan situasi pangan nasional dan antisipasi krisis global di bidang pangan, serta berbagai upaya yang akan dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki ketersediaan pangan yang memadai hingga akhir tahun 2024. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah tidak lagi melakukan impor beras. Dalam Rakortas itu juga dibahas rencana Indonesia untuk segera melakukan ekspor beras.

"Berdasarkan data dan neraca yang dipaparkan pada rapat internal dengan Bapak Presiden, stok per Desember 2021 adalah tujuh juta ton dan stok Bulog lebih dari satu juta ton. Artinya, kalau ekspor 200 ribu ton masih aman," kata Airlangga.

Baca Juga: