JAKARTA - Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, mengungkapkan rencana untuk menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 22 persen menjadi 20 persen.
Rencana itu dimaksudkan agar PPh badan ke depan tidak terlalu memberatkan rakyat.
Dradjad usai mengikuti sebuah dialog di Jakarta, Rabu (9/10), mengatakan keputusan final mengenai besaran penurunan belum final lantaran masih akan mempertimbangkan kinerja penerimaan negara.
"Ini belum spesifik, masih keinginan.
Tapi, kami memang menginginkan suatu saat bisa menurunkan PPh badan," tuturnya.
Rencana itu muncul di tengah keinginan pemerintah baru meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dari 12 persen menjadi 23 persen.
Berkaitan dengan itu, dia mengatakan tarif pajak yang lebih besar tidak serta merta mendongkrak penerimaan negara.
Bisa jadi, yang terjadi justru sebaliknya.
"Sama seperti kalau kita jualan barang.
Orang berpikir kalau harga lebih tinggi, kita dapat uang lebih banyak.
Padahal bisa saja harganya makin tinggi, orang tidak mau beli.
Akhirnya jeblok penerimaan kita.
Sama dengan itu," terang Dradjad.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan pemerintahan Prabowo berencana menurunkan PPh Badan menjadi 20 persen.
Dia menyebut rendahnya tax ratio Indonesia disebabkan oleh penegakan aturan yang belum optimal.
"Kami akan menutup kebocoran-kebocoran dengan tidak menambah tarif pajak.
Tarif pajak 22 persen hendaknya kita turunkan jadi 20 persen," kata Hashim.
Perlu Terobosan
Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan pemerintah harus membuat terobosan di tengah fenomena penurunan daya beli agar mencegah kemerosotan kelas menengah Indonesia lebih dalam.
Hal itu perlu didukung dengan optimalisasi penerimaan negara dari nonpajak, seperti pengelolaan sumber daya alam (SDA), serta pencegahan kebocoran anggaran.
Pemerintah juga harus mendorong masyarakat untuk memperbanyak kegiatan yang lebih produktif dan mengurangi belanja konsumtif sehingga memberi nilai tambah.
Sementara itu, pakar sosiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan rencana penurunan PPh tersebut dirasa tepat, namun jangan sampai untuk gantinya pemerintah menaikkan pajak yang lain atau dengan kebijakan lain yang akan memberatkan masyarakat.
"Harapannya dengan penurunan, ekonomi lebih bisa menggeliat.
Tapi, jangan sampai pengurangan ini diganti dengan kenaikan pajak atau tarikan yang lain, sebab perbaikan daya beli dibutuhkan sebagai daya ungkit ekonomi.
Sebaiknya jika ingin mengompensasi bisa lebih selektif ke produk- produk impor supaya mendorong industri dalam negeri," kata Bagong.