Pengelolaan sektor pertanian harus ditingkatkan kualitasnya sehingga ke depan petani dapat berdaya saing dan tak tergerus digitalisasi.
JAKARTA - DPR RI mendorong pemerintah mendatang mengevaluasi kebijakan pertanian agar dapat lebih berpihak kepada petani dan memberikan manfaat nyata. Sebab, salah satu masalah terbesar selama ini ialah impor pangan yang merusak hasil produksi petani.
Harapan itu bertepatan dengan peringatan Hari Tani Nasional (HTN) pada 24 September. "Pertanian adalah kekuatan dan masa depan Indonesia. Bila Indonesia berhasil mengelola pertanian dengan baik maka Indonesia akan sejahtera, tetapi bila gagal maka suram masa depan Indonesia. Semoga pemerintahan berikutnya dapat memastikan terwujudnya pertanian sebagai kekuatan dan prioritas utama bangsa sehingga kedaulatan pangan dapat kita raih," kata anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, di Jakarta, Rabu (25/9).
Daniel pun menyoroti impor pangan yang semakin besar saat ini. Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu menilai kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan bagi sektor pertanian dalam negeri.
"Kalau kita tidak segera meningkatkan kualitas di sektor pertanian, maka ke depan petani Indonesia akan kalah bersaing, bahkan tergerus oleh digitalisasi," ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Pada peringatan HTN bertujuan sebagai upaya mengingat dan mengapresiasi perjuangan golongan petani di Indonesia. Daniel berharap ada perbaikan kualitas pertanian nasional.
"Penting sekali dilakukannya peningkatan upaya dalam memperbaiki dari segi kualitas tani. Dan ini adalah tugas pemerintah, bagaimana agar harga hasil tani dan produktivitas tani bisa terwujud melalui upaya-upaya maksimal. Misalnya dengan perbaikan infrastruktur pertanian yang harus menjadi prioritas agar petani Indonesia mendapatkan dukungan-dukungan agar menghasilkan kualitas produksi yang bagus dan tidak kalah saing dengan produk impor," jelasnya.
Anggota Komisi DPR yang membidangi urusan pertanianitu khawatir dengan impor pangan yang semakin besar dan mengkhawatirkan. Karena itu, Daniel menyebut hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah agar melakukan intervensi di sektor pertanian sehingga produk tani memiliki daya saing produk pangan.
"Jangan sampai karena kurangnya dukungan di sektor tani, harga pangan kita jadi mahal, tapi kualitas produk dan kesejahteraan petaninya justru paling rendah," tukasnya.
Seperti diketahui, Indonesia kian tergantung pada impor pangan. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat secara kumulatif Indonesia telah mengimpor beras sebesar 3,05 juta ton atau senilai 1,91 miliar dollar AS selama Januari-Agustus 2024.
Sebagai gambaran tahun ini pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton. Tahun lalu juga impor beras sebanyak 3,06 juta ton. Itu merupakan terbesar dalam lima tahun terakhir.
Kebijakan Terintegrasi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan untuk meningkatkan produksi pertanian RI, harus ada kebijakan terintegrasi, tidak hanya masalah produksi benih atau bibit, sarana prasarana pertanian dan bimbingan teknis sampai teknologi pascapanen, melainkan juga masalah regulasi yang mendorong ke arah peningkatan produksi dan marketing-nya.
"Harus ada kolaborasi antara pemerintah, BUMN, perguruan tinggi, swasta dan lembaga swadaya masyarakat baik level pusat maupun daerah untuk peningkatan kapasitas produksi pertanian," pungkas Esther.