JAKARTA - Pemerintahakan menghapus ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dan akan mensubsidi penjualan massal demimemastikan pasokan di pasar ritel, setelah tata niaga harga sebelumnya mengakibatkan kelangkaan.

Harga minyak sawit mentah dunia, yang digunakan Indonesia untuk minyak goreng, telah melonjak ke level tertinggi dalam sejarah tahun ini di tengah meningkatnya permintaan dan lemahnya output dari produsen utama Indonesia dan Malaysia.

Sedangkan perang di Ukraina telah menekan pasokan minyak nabati lainnya, mendorong harga minyak sawit lebih tinggi.

Indonesia juga telah membatasi ekspor minyak sawit untuk mencoba memastikan pasokan domestik, yang selanjutnya mendorong kenaikan harga.

"Berdasarkan langkah terbaru, Indonesia akan mengizinkan harga minyak goreng sesuai dengan harga pasarnya untuk minyak kemasan," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam taklimat virtual, Selasa (15/3).

"Pemerintah akan menaikkan harga minyak goreng curah menjadi 14.000 rupiah per liter, dari sebelumnya 11.500 rupiah per liter, dan memberikan subsidi. Kami berharap dengan nilai ekonomi ini, kelapa sawit akan tersedia di pasar modern dan pasar tradisional," kata Airlangga.

Langkah terbaru ini secara efektif akan menghapus batas harga 14.000 rupiah untuk minyak goreng kemasan premium dan pagu 13.500 rupiah untuk minyak kualitas lapis kedua. Itu diperkenalkan pada Januari ketika pihak berwenang berjuang untuk mengendalikan harga minyak goreng yang telah naik sekitar 40 persen.

Namun, Ombudsman RI melaporkan batasan harga tersebut tidak menenangkan pembeli dan malah menyebabkan kelangkaan di pengecer modern, bahkan dengan toko yang membatasi pembeli masing-masing dua liter. Di pasar tradisional, minyak goreng dijual di atas harga yang ditetapkan.

Pemerintah awal tahun ini mengatakan akan menyisihkan 3,6 triliun rupiah untuk mensubsidi minyak goreng, tetapi rencana itu dibatalkan ketika memberlakukan pembatasan ekspor. Airlangga mengatakan, pihak berwenang mengembalikan subsidi di tengah kenaikan harga komoditas tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Menurut dia, badan negara yang memungut pungutan ekspor kelapa sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), akan ditugaskan untuk mendanai ini.

"BPDPKS masih menunggu perhitungan pemerintah untuk besaran subsidi," kata Direktur Kabul Wijayanto.

Baca Juga: