Penerbitan surat utang pemerintah menjadi salah satu pemicu tergerusnya likuiditas bank.

JAKARTA - Likuiditas emiten perbankan semakin tergerus karena banyaknya penyaluran kredit dilakukan ke sektor infrastruktur. Selain itu, penerbitan surat utang pemerintah juga menjadi salah satu pemicu tergerusnya likuiditas perbankan karena tingkat imbal hasil yang diberikan menarik bagi investor.

Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Ryan Kiryanto, mengatakan melejitnya loan to deposit ratio (LDR) di tahun lalu karena didorong oleh pembiayaan yang secara spasial banyak sekali di sektor infrastruktur secara luas, seperti pembangunan jalan tol, konstruksi, dan pembangunan pabrik utilities, baik dikerjakan oleh private sector maupun BUMN.

"Hampir sebagian besar pembiayaan itu masuk ke infrastruktur terutama bank BUMN, bahkan beberapa bank swasta papan atas juga ikut berkontribusi dalam forum sindikasi ataupun konsorsium untuk infrastruktur. Ini yang membuat likuiditas tergerus ke sektor itu," ungkapnya, di Jakarta, Selasa (29/1).

Secara individual bank, sebagian bank kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) II dan BUKU III tingkat LDR posisi LDR sudah jauh di atas 90 persen. Mengacu pada hal itu fleksibilitas bank BUKU IV dan BUKU III dalam menghimpun dana relatif lebih mudah. Misalnya, beberapa bank itu mempunyai market line atau kredit line, baik sesama perbankan di dalam maupun sumber pendanaan dari luar negeri.

Menurut Ryan, saat ini para pelaku pasar memandang bahwa Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lebih konservatif memproyeksikan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK). "Sekarang ini loan growth melampaui funding growth," tegasnya. Secara industri, tingkat LDR perbankan sudah berada di atas 94 persen sehingga kondisi likuiditas di 2019 cukup mengkhawatirkan.

"Padahal, market merasa nyaman jika LDR berada di kisaran 87-90 persen. Jadi, bank-bank harus menjaga LDR di kisaran itu," jelas Ryan. Dia menegaskan, jika LDR berada di kisaran 87-90 persen, maka pasar keuangan maupun pasar modal akan memandang bahwa industri perbankan masih memiliki ruang yang lebih luas untuk ekspansi menyalurkan kredit. "Biasanya, bank yang LDR-nya di atas 95 persen disiasati dengan sindikasi atau konsorsium," ujar Ryan.

Sektor Riil

Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menjelaskan pemerintah harus mementingkan penyaluran kredit ke sektor riil sebab itu yang dibutuhkan. Artinya, momentum yang tepat dalam penerbitan surat utang perlu diperhatian dan di waktu-waktu tertentu, misalnya, jelang Lebaran yang permintaan kredit sedang meningkat.

Di saat itu, likuiditas agak cenderung mengetat sehingga baiknya pemerintah menahan diri untuk menerbitkan surat utang. "Momentumnya jangan dipaskan ketika perbankan secara umum sedang melakukan pengetatan likuiditas karena sekarang LDR konsisten terus mengalami kenaikan," terang Bhima.

Untuk itu, baiknya pemerintah mencari pendanaan di luar pasar keuangan yang sudah existing, sehingga bisa membuka pasar yang baru. "Bisa menerbitkan dalam bentuk yuan dengan menyasar investor Tiongkok, dalam bentuk euro, Samurai Bond. Artinya, bukan investor yang existing di sini sehingga tidak terjadi perebutan dana," pungkasnya.

yni/AR-2

Baca Juga: