Dua tahun setelah kudeta, kelompok pemberontak di Myanmar mulai menggunakan drone untuk membalikkan gelombang perlawanan bersenjata terhadap pasukan junta dengan alasan drone lebih efektif, aman, akurat dan membutuhkan sedikit tenaga untuk beroperasi.

YANGON - Kelompok pemberontak di Myanmar pada Minggu (29/1) menyatakan bahwa setelah dua tahun konflik sipil Myanmar terjadi,dronesipil dipasang kembali untuk menjatuhkan bahan peledak pada pasukan junta sehingga bisa membantu membalikkan keadaan melawan militer negara yang lebih siap.

Dronesebelumnya pernah digunakan secara eksklusif oleh tentara untuk mendeteksi dan menindak protes prodemokrasi di jalan-jalan kota terbesar Myanmar yaitu Yangon pada hari-hari setelah terjadinya kudeta pada 1 Februari 2021 lalu.

"Drone-droneini terbukti efektif, aman, akurat dan membutuhkan sedikit tenaga untuk beroperasi selama bentrokan," kata para pejuang pemberontak. "Sejujurnya, serangandronebisa menjadi alat yang menentukan di beberapa daerah," kata anggota Wings of the Irrawaddy, unitdronePDF.

Pernyataan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh tiga unitdroneyang beroperasi melawan pasukan junta militer mengatakan bahwa mereka telah melakukan total 642 serangandronedi wilayah Sagaing dan Magway serta di Negara Bagian Kayin dan Kayah tahun lalu.

Menurut Zay Thu Aung, mantan kapten Angkatan Udara Myanmar yang membelot ke kelompok perlawanan bersenjata, armadadronetelah memungkinkan PDF mencapai tingkat superioritas udara, walau tanpa memiliki helikopter dan jet tempur.

Sedangkan Kyaw Zaw, juru bicara kantor Kepresidenan dalam pemerintah bayangan mengatakan, pihaknya berencana menambah dana pada anggaran 2023 untuk unitdrone melalui program yang diprakarsai melalui kementerian pertahanan bernama Project Skywalk.RFA/I-1

Baca Juga: