Walau telah terjadi gencatan senjata sementara, pertempuran antara tentara junta dan kelompok etnis di Myanmar masih terjadi dan bahkan kelompok etnis berhasil merebut kota pusat perdagangan Namhsan

YANGON - Pejuang etnis minoritas yang memerangi junta Myanmar pada Sabtu (16/12) bahwa mereka berhasil merebut pusat perdagangan di Negara Bagian Shan, beberapa hari setelah Tiongkok mengatakan pihaknya telah menengahi gencatan senjata sementara.

Bentrokan telah terjadi di Negara Bagian Shan, Myanmar utara, sejak Tentara Arakan (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) meluncurkan serangan gabungan pada akhir Oktober lalu.

Pada Kamis (14/12), Beijing mengumumkan gencatan senjata sementara antara aliansi dan militer Myanmar, namun bentrokan terus berlanjut di wilayah yang dikuasai TNLA dan AA.

TNLA mengatakan mereka merebut Namhsan pada Jumat setelah melancarkan serangan di daerah tersebut lebih dari dua pekan lalu.

"Kita menguasai kota itu," ucap Brigadir Jenderal Tar Bhone Kyaw mengatakan kepada AFP. TNLA memposting rekaman video di Facebook yang menunjukkan para pemimpin kelompok tersebut mengunjungi kota tersebut dan berbicara dengan tentara junta yang ditawan.

Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, juru bicara tentara Myanmar, juga mengatakan kepada saluran TV milik pemerintah MRTV pada Jumat bahwa pertempuran terus berlanjut di sekitar Namhsan.

Menurut Tar Bhone Kyaw dari TNLA, tentara Myanmar juga kehilangan Zona Perdagangan 105-Mil, jalur perdagangan utama di perbatasan dengan Tiongkok di Kotapraja Muse, Negara Bagian Shan.

Secara total, aliansi tiga kelompok tersebut mengatakan mereka telah merebut 422 pangkalan dan tujuh kota dari tentara Myanmar sejak 27 Oktober.

Laporan PBB

Serangan aliansi tersebut telah membangkitkan semangat penentang junta lainnya dan bentrokan telah menyebar ke timur dan barat Myanmar. Lebih dari setengah juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sementara itu PBB juga mengatakan pertempuran antara militer Myanmar dan tiga kelompok etnis bersenjata terus berlanjut meskipun Tiongkok berupaya menengahi gencatan senjata.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan pada Kamis (14/12) bahwa kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan. Namun, tidak ada satupun?a pihak yang bertikai yang secara resmi mengumumkan kesepakatan.

Media di Myanmar mengatakan terdapat serangan udara dan serangan lainnya pada Jumat.

Para militan melancarkan serangan terkoordinasi terhadap militer di Negara c di Myanmar timur pada Oktober. Sejak saat itu, mereka meningkatkan serangannya bersama-sama dengan pasukan prodemokrasi.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan dalam sebuah laporan yang dirilis pada Jumat bahwa pertempuran terus berlanjut di beberapa wilayah di Negara Bagian Shan.

OCHA mengatakan setidaknya 378 warga sipil dilaporkan tewas dan lebih dari 660.000 orang mengungsi di penjuru negeri sejak akhir Oktober. Badan PBB tersebut mengatakan lebih dari 2,6 juta orang telah meninggalkan rumahnya sejak militer merebut kekuasaan pada tahun 2021. AFP/NHK/I-1

Baca Juga: