Seharusnya tidak ada dualisme BUMN yang mengurus sektor migas, baik dari hulu maupun hilir.

Jakarta - Rancangan Undang-Undang tentang Minyak dan Gas (RUU Migas) diharapkan dapat diselesaikan secepatnya setelah menerima masukan dari berbagai pihak agar dapat dihasilkan produk regulasi yang menyeluruh. Salah satu hal yang banyak disorot dari RUU tersebut, antara lain terkait wacana pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.

"Kami baru mau harmonisasi, tapi semoga bisa secepatnya diselesaikan," kata Ketua Badan Legislasi DPRRI, Supratman Andi Atgas, dalam rilis, Rabu (12/7). "Harmonisasi yang dilakukan Baleg masih dalam tahap meminta pendapat sejumlah pihak," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, mengemukakan fungsi BUKMigas bertujuan untuk mengintegrasikan fungsi kerja sama dari hulu hingga hilir sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan pengamat sektor energi, Marwan Batubara, menyatakan seharusnya tidak ada dualisme BUMN yang mengurus sektor migas baik dari hulu maupun hilir.

Sebelumnya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.

"PP Nomor 27 Tahun 2017 sudah keluar, sudah ditandatangani Presiden, apa yang dikeluarkan, apa yang direvisi itu tidak 100 persen memang yang diharapkan oleh Indonesia Petroleum Association (IPA) namun sebagian besar sudah kita akomodir, alhamdulillah," kata Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, di Jakarta, pekan lalu.

Kepastian Hukum

Penerbitan PP ini diharapkan akan dapat meningkatkan penemuan cadangan minyak dan gas bumi nasional dan menggerakkan iklim investasi serta lebih memberikan kepastian hukum pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Untuk melengkapi PP 27, pemerintah berencana akan menerbitkan PP Perpajakan khusus gross split yang akan comparable dengan PP 79 Tahun 2010 Nomor 27. Dikeluarkannya PP Nomor 27 Tahun 2017, menurut Arcandra adalah sebuah lompatan besar dalam pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia.

"Akhirnya PP 79 dapat kita keluarkan dengan harapan ke depannya apa yang diharapkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) maupun IPA, pemerintah sekarang sangat mendengar apa kesulitan mereka untuk melakukan kegiatan baik itu eksplorasi maupun eksploitasi di Indonesia," ujar Arcandra.

Untuk memperjelas perpajakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berbasis gross split, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur perpajakan khusus gross split karena aturan pajak umum tidak dapat diterapkan untuk kegiatan minyak dan gas bumi berbasis gross split.

Gross split merupakan skema bagi hasil antara pemerintah dan KKKS yang diperhitungkan di awal sebagai pengganti dari skema konvensional cost recovery, atau biaya produksi yang diganti oleh pemerintah setelah produksi. ahm/Ant/E-10

Baca Juga: